Jumat, 01 Juni 2012
Rumah Bidan: 58 Langkah Asuhan Persalinan Normal (APN)
Rumah Bidan: 58 Langkah Asuhan Persalinan Normal (APN): Asuhan Persalinan Normal Sumber gambar: medindia.net 58 langkah asuhan persalinan normal diambil dari penuntun belajar APN yang...
Selasa, 29 Mei 2012
Asuhan Pasca Resusitasi
Memantau napas dan denyut jantung pasca resusitasi Sumber gambar: expresstraining.net |
Asuhan pasca resusitasi diberikan sesuai dengan keadaan BBL setelah menerima tindakan resusitasi dan dilakukan pada keadaan:
- Resusitasi berhasil: bayi menangis dan bernapas normal sesudah menerima tindakan sesudah ventilasi
- Resusitasi belum/ kurang berhasil: bayi perlu rujukan yaitu sesudah resusitasi 2 menit belum bernapas atau megap-megap atau pada pemantauan didapatkan kondisinya memburuk
- Resusitasi tidak berhasil: sesudah resusitasi 10 menit dihitung dari bayi tidak bernapas dan detak jantung 0.
Resusitasi Berhasil
Ajari ibu
atau keluarga untuk membantu bidan menilai keadaan bayi. Jelaskan
mengenai pemantauan BBL dan bagaimana memperoleh pertolongan segera bila
bayi mengalami masalah.Pemantauan tanda-tanda bahaya pada bayi
- Mengamati adanya napas megap-megap
- Mengamati apakah bayi merintih
- Mengamati adanya tarikan dinding dada
- Mengamati apakah tubuh dan bibir biru
- Mengamati apakah bayi teraba dingin/demam
- Menghitung frekwensi napas, apakah <40X /menit atau > 60X /menit
- Menghitung frekwensi jantung, apakah <120X /menit atau > 160X /menit
- Mengamati apakah tubuh bayi pucat
- Mengamati apakah tubuh bayi kuning
- Mengamati apakah bayi lemas
- Mengamati apakah bayi kejang
"Rujuk segera bila ada salah satu tanda-tanda bahaya di atas, sebelum dirujuk lakukan tindakan pra rujukan."
Pemantauan dan perawatan tali pusat
- Memantau perdarahan tali pusat, jika ikatan lepas betulkan oleh bidan
- Menjelaskan perawatan tali pusat yang benar pada ibu dan atau keluarga
Jika bayi dan warna kulit normal
- Lakukan IMD
Pencegahan hipotermi
- Membaringkan bayi dalam ruangan >250 C bersama ibunya
- Mendekap bayi (kontak kulit bayi ke kulit ibu) sesering mungkin
- Menunda memandikan bayi sampai dengan 6-24 jam dan bayi stabil
- Menimbang berat badan terselimuti, kurangi berat selimut
- Menjaga bayi tetap hangat selama pemeriksaan, buka selimut bayi sebagian-sebagian.
Pemberian vitamin K1
Memberikan suntikan vitamin K1 1 mg intramuskular di paha kiri, untuk mencegah perdarahan BBL.Pencegahan infeksi
- Memberikan salep/ tetes mata antibiotika
- Memberikan imunisasi Hepatitis B 0,5 ml intramuskular di paha kanan, 1 jam setelah pemberian vitamin K1
- Memberitahu ibu dan keluarga cara pencegahan infeksi bayi.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik bayi pasca resusitasi harus lebih hati-hati. Pemeriksaan awal diutamakan pada pemeriksaan pernapasan dan jantung dengan monitoring tanda bahaya. Pemeriksaan lengkap sebaiknya dilakukan dalam 24 jam dan setelah bayi stabil.Pencatatan dan pelaporan
Melakukan pencatatan kasusSebagaimana pada setiap persalinan, isilah partograf secara lengkap yang mencakup identitas ibu, riwayat kehamilan, jalannya persalinan, kondisi ibu, kondisi janin dan kondisi BBL. Penting sekali dicatat denyut jantung janin, oleh karena seringkali asfiksia bermula dari keadaan gawat janin pada persalinan. Apabila didapatkan gawat janin tuliskan apa yang dilakukan. Saat ketuban pecah perlu dicatat pada partograf dan berikan penjelasan apakah air ketuban bercampur mekonium?
Kondisi BBL diisi pula pada partograf. Bila mengalami asfiksia selain dicatat pada partograf perlu dibuat catatan khusus di buku harian/ buku catatan, cukup ditulis tangan. Usahakan agar mencatat ketuban secara lengkap dan jelas:
- Nama ibu, tempat, tanggal melahirkan dan waktunya
- Kondisi janin/ bayi:
- Apakah ada gawat janin sebelumnya?
- Apakah air ketuban bercampur mekonium?
- Apakah bayi menangis spontan, bernapas teratur, megap-megap atau tidak bernapas?
- Apakah tonus otot baik?
- Waktu mulai resusitasi
- Langkah resusitasi yang dilakukan
- Hasil resusitasi.
“Jika persalinan di rumah, sebaiknya bidan tinggal bersama keluarga bayi untuk memantau bayi minimal dua jam pertama pasca lahir”Pencatatan juga dilakukan pada buku KIA sebagai sumber informasi bagi keluarga
Contoh pencatatan resusitasi berhasil
Bayi Perlu Rujukan
- Konseling:
- Jelaskan kepada ibu dan keluarga, bahwa bayinya memerlukan rujukan. Sebaiknya bayi dirujuk bersama ibunya dan didampingi oleh bidan. Jawab setiap pertanyaan yang diajukan
- Minta keluarga untuk menyiapkan sarana transportasi secepatnya. Suami atau salah seorang anggota keluarga perlu menemani selama rujukan
- Beritahukan kepada tempat rujukan yang dituju (bila mungkin) tentang keadaan bayi dan perkirakan waktu tiba. Beritahukan juga bila ibu baru saja melahirkan
- Bawa alat resusitasi dan perlengkapan lain yang diperlukan selama rujukan.
- Melanjutkan resusitasi (bila diperlukan)
- Memantau tanda bahaya
- Memantau dan merawat tali pusat
- Jika bayi tetap hangat selama perjalanan, kenakan tutup kepala bayi dan bila mungkin lakukan perawatan bayi lekat
- Memberikan vitamin K1 jika keadaan bayi membaik, tidak diresusitasi
- Mencegah infeksi, yaitu memberikan salep/ tetes mata antibiotik, jika tidak diresusitasi
- Jelaskan kepada ibu bahwa sebaiknya menyusui segera kepada bayinya, kecuali pada keadaan gangguan napas dan kontra indikasi lainnya
- Membuat surat rujukan
- Melakukan pencatatan dan pelaporan khusus.
Resusitasi Tidak Berhasil
Bila
bayi tidak bernapas setelah resusitasi selama 10 menit dan denyut
jantung 0, pertimbangkan untuk menghentikan resusitasi. Biasanya bayi
tersebut tidak tertolong dan meninggal. Ibu maupun keluarga memerlukan
banyak dukungan moral. Bicaralah dengan keluarga secara hati-hati/
bijaksana dan berikan dukungan moral sesuai budaya setempat.Konseling
Dukungan moral:- Bicaralah dengan ibu bayi dan keluarga tentang tindakan resusitasi dan kematian bayinya. Jawablah setiap pertanyaan yang diajukan. Berikan asuhan terhadap ibu bayi dan keluarganya dengan tetap memperhatikan nilai budaya/ kebiasaan setempat. Tunjukkan kepedulian atas kebutuhan mereka. Bicarakan apa yang mereka inginkan terhadap bayi yang telah meninggal
- Ibu bayi mungkin merasa sedih bahkan menangis. Perubahan hormon setelah kehamilan mungkin menyebabkan perasaan ibu sangat sensitif, terlebih bayi meninggal. Bila ibu ingin mengungkapkannya, ajak bicara dengan orang terdekat atau bidan
- Jelaskan kepada ibu dan keluarganya bahwa ibu memerlukan istirahat, dukungan moral dan makanan bergizi. Sebaiknya ibu tidak mulai bekerja kembali dalam waktu terlalu cepat.
Asuhan ibu
Payudara ibu akan bengkak sekitar 2-3 hari. Mungkin ibu juga mengalami demam selama 1 atau 2 hari. Ibu dapat mengatasi masalah pembengkakan payudara dengan melakukan hal berikut:- Gunakan BH yang ketat atau balut payudara dengan sedikit tekanan menggunakan selendang/ kemben/ kain sehingga ASI tidak keluar
- Jangan memerah ASI atau merangsang payudara.
Pencatatan dan pelaporan
Buatlah pencatatan selengkapnya mengenai identitas ibu, kondisi bayi, semua tindakan yang dilakukan secara rinci dan waktunya. Kemudian laporkan pula bahwa resusitasi tidak berhasil dan sebab tidak berhasil. Laporkan kematian bayi melalui RT/ RW ke Kelurahan. Simpanlah catatan baik-baik sebagai dokumen untuk pertanggungan jawab.Keputusan Resusitasi Bayi Baru Lahir
Memutuskan tindakan resusitasi pada BBL Sumber gambar: bugswong.smugmug.com |
Penilaian
Sebelum bayi lahir:- Apakah kehamilan cukup bulan?
- Apakah air ketuban jernih tidak bercampur mekonium (warna kehijauan)?
- Menilai apakah bayi menangis atau bernapas/ tidak megap-megap?
- Menilai apakah tonus otot bayi baik/ bayi bergerak aktif?
Keputusan
Memutuskan bayi perlu resusitasi jika:- Bayi tidak cukup bulan dan/ atau
- Air ketuban bercampur mekonium
- Bayi megap-megap/ tidak bernapas dan/ atau
- Tonus otot bayi tidak baik/ bayi lemas.
Tindakan
Mulai lakukan resusitasi segera jika:- Bayi tidak cukup bulan dan atau bayi mega-megap/ tidak bernapas dan/ atau tonus otot bayi tidak baik/ bayi lemas (lihat bagan alur)
- Air Ketuban bercampur mekonium (lihat bagan alur)
Lakukan penilaian usia kehamilan dan air ketuban sebelum bayi lahir. Segera setelah lahir, sambil meletakkan dan menyelimuti bayi di atas perut ibu atau dekat perineum, lakukan penilaian cepat usaha napas dan tonus otot. Penilaian ini menjadi dasar apakah bayi perlu resusitasi.
Nilai (skor) APGAR tidak digunakan sebagai dasar keputusan untuk tindakan resusitasi. penilaian harus dilakukan segera, sehingga keputusan resusitasi tidak didasarkan penilaian APGAR; tetapi APGAR tetap dipakai untuk menilai kemajuan kondisi BBL, pada saat 1 menit dan 5 menit setelah kelahiran.
Dalam manajemen BBL dengan Asfiksia, proses penilaian sebagai dasar pengambilan keputusan bukanlah suatu proses sesaat yang dilakukan satu kali. Setiap tahapan manajemen asfiksia, senantiasa dilakukan penilaian untuk membuat keputusan, tindakan apa yang tepat dilakukan.
Penatalaksanaan Resusitasi Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir Sumber gambar: nursingcrib.com |
Pemotongan tali pusat
-
Pola di atas perut ibu
Bidan yang sudah terbiasa dan terlatih meletakkan bayi di atas kain yang ada di perut ibu dengan posisi kepala sedikit ekstensi, selimuti bayi dengan kain, tetapi bagian dada dan perut tetap terbuka kemudian klem dan potong tali pusat. Tali pusat tidak usah diikat dulu, tidak dibubuhkan apapun dan tidak dibungkus. -
Pola dekat perineum ibu
Jika tali pusat sangat pendek sehingga cara pertama tidak memungkinkan, setelah bayi baru lahir dinilai, letakkan bayi di atas kain yang ada di dekat perineum ibu, kemudian segera klem dan potong tali pusat (tanpa diikat), tidak bubuhi apapun dan tidak dibungkus.
Tindakan resusitasi bayi baru lahir (bagan alur)
Jika bayi tidak cukup bulan dan tidak bernapas atau bernapas mega-megap dan atau tonus otot tidak baikSambil memulai langkah awal:
- Beritahukan ibu dan keluarga, bahwa bayi mengalami kesulitan bernapas dan bahwa Anda akan menolongnya
- Mintalah salah seorang keluarga mendampingi ibu untuk memberi dukungan moral, menjaga ibu dan melaporkan bila ada perdarahan.
Tahap I: Langkah Awal
1. Jaga bayi tetap hangat
- Letakkan bayi di atas kain ke-1 yang ada di atas perut ibu atau sekitar 45 cm dari perineum
- Selimuti bayi dengan kain tersebut, wajah, dada dan perut tetap terbuka, potong tali pusat
- Pindahkan bayi yang telah diselimuti kain ke-1 ke atas kain ke-2 yang telah digelar di tempat resusitasi
- Jaga bayi tetap diselimuti wajah dan dada terbuka di bawah pemancar panas.
2. Atur posisi bayi
- Letakkan bayi di atas kain ke-1 yang ada di atas ibu atau sekitar 45 cm dari perineum
- Posisikan kepala bayi pada posisi menghidu yaitu kepala sedikit ekstensi dengan mengganjal bahu.
Posisi menghidu. Sumber gambar: glown.com |
3. Isap lendir
Gunakan alat penghidap DeLee dengan cara sebagai berikut:- Isap lendir mulai dari mulut dahulu, kemudian hidung
- Lakukan pengisapan saat alat pengisap ditarik keluar, tidak pada waktu dimasukkan
- Jangan lakukan pengisapan terlalu dalam yaitu jangan lebih dari 5 cm ke dalam mulut karena dapat menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat atau bayi tiba-tiba berhenti bernapas. Untuk hidung jangan melewati cuping hidung.
- Tekan bola di luar mulut dan hidung
- Masukkan ujung pengisap di mulut dan lepaskan tekanan pada bola (lendir akan terisap)
- Untuk hidung, masukkan di lubang hidup sampai cuping hidung dan lepaskan.
Resusitasi. Isap lendir BBL. Sumber gambar: helid.digicollection.org |
4. Keringkan dan rangsang bayi
- Keringkan bayi dengan kain ke-1 mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan. Tekanan ini dapat merangsang BBL mulai menangis
- Rangsangan taktil berikut dapat juga dilakukan untuk merangsang BBL mulai bernapas:
- Menepuk/ menyentil telapak kaki; atau
- Menggosok punggung/ perut/ dada/ tungkai bayi dengan telapak tangan
- Ganti kain ke-1 yang telah basah dengan kain ke-2 yang kering dibawahnya
- Selimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan menutupi muka dan dada agar bisa memantau pernapasan bayi.
5. Atur kembali posisi kepala bayi
- Atur kembali posisi bayi menjadi posisi menghidu
Langkah penilaian bayi
Lakukan penilaian apakah bayi bernapas normal, tidak bernapas atau megap-megap- Bila bayi bernapas normal: lakukan asuhan pasca resusitasi
- Bila bayi megap-megap atau tidak bernapas: mulai lakukan ventilasi bayi.
Tahap II: Ventilasi
Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah volume udara ke dalam paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan dan teratur.Langkah-langkah:
1. Pasang sungkup
Pasang dan pegang sungkup agar menutupi dagu, mulut dan hidung.2. Ventilasi 2 kali
Lakukan tiupan atau remasan dengan tekanan 30 cm airTiupan awal tabung-sungkup atau remasan awal balon-sungkup sangat penting untuk menguji apakah jalan napas bayi terbuka dan membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai bernapas.
Lihat apakah dada bayi mengembang
Tindakan ventilasi BBL sambil memperhatikan dada bayi. Sumber gambar: helid.digicollection.org |
Jika tidak mengembang:
- Periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara yang bocor
- Periksa posisi kepala, pastikan posisi sudah menghidu
- Periksa cairan atau lendir di mulut. Bila ada lendir atau cairan lakukan pengisapan
- Lakukan tiupan atau remasan 2 kali dengan tekanan 30 cm air, jika dada mengembang lakukan tahap berikutnya.
3. Ventilasi 20 kali dalam 30 detik
- Tiup tabung atau remas balon resusitasi sebanyak 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20 cm air sampai bayi mulai bernapas spontan dan menangis
- Pastikan dada mengembang saat dilakukan tiupan atau peremasan, setelah 30 detik lakukan penilaian ulang napas.
- Lihat dada apakah ada retraksi
- Hitung frekuensi napas per menit
Jika bernapas >40 per menit dan tidak ada retraksi berat:- Jangan ventilasi lagi
- Letakkan bayi dengan kontak kulit ke kulit dada ibu dan lanjutkan asuhan BBL
- Pantau setiap 15 menit untuk pernapasan dan kehangatan
Jangan tinggalkan bayi sendiri.Jika bayi megap-megap atau tidak bernapas, lanjutkan ventilasi.
Lakukan asuhan pasca resusitasi.
4. Ventilasi, setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang napas
- Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan tekanan 20 cm air)
- Setiap 30 detik, hentikan ventilasi, kemudian lakukan penilaian ulang bayi, apakah bernapas, tidak bernapas atau megap-megap
Jika bayi mulai bernapas normal/ tidak megap-megap dan atau menangis, hentikan ventilasi bertahap dan lakukan asuhan pasca resusitasi.
Jika bayi megap-megap atau tidak bernapas, teruskan ventilasi 20 kali dalam 30 detik kemudian lakukan penilaian ulang napas setiap 30 detik.
5. Siapkan rujukan jika bayi belum bernapas spontan sesudah 2 menit resusitasi
- Jelaskan kepada ibu apa yang terjadi, apa yang Anda lakukan dan mengapa
- Mintalah keluarga untuk mempersiapkan rujukan
- Teruskan ventilasi selama mempersiapkan rujukan
- Catat keadaan bayi pada formulir rujukan dan rekam medik persalinan
6. Lanjutkan ventilasi, nilai ulang napas dan nilai denyut jantung
- Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan tekanan 20 cm air)
- Setiap 30 detik, hentikan ventilasi, kemudian lakukan nilai ulang napas dan nilai jantung.
Jika dipastikan denyut jantung bayi tidak terdengar, ventilasi 10 menit. Hentikan resusitasi jika denyut jantung tetap tidak terdengar, jelaskan kepada ibu dan berilah dukungan kepadanya serta lakukan pencatatan.
Bayi yang mengalami henti jantung 10 menit kemungkinan besar mengalami kerusakan otak yang permanen.
Tahap III: Asuhan pasca resusitasi
Setelah tindakan resusitasi, diperlukan asuhan pasca resusitasi yang merupakan perawatan intensif selama 2 jam pertama. Asuhan yang diberikan sesuai dengan hasil resusitasi (asuhan pasca resusitasi)yaitu:- Jika resusitasi berhasil
- Jika perlu rujukan
- Jika resusitasi tidak berhasil
Tindakan resusitasi BBL jika air ketuban bercampur mekonium
Apakah mekonium itu?Mekonium adalah feses pertama dari BBL. Mekonium kental pekat dan berwarna hijau kehitaman.Kapan mekonium dikeluarkan?
Biasanya BBL mengeluarkan mekonium pertama kali sesudah persalinan (12 – 24 jam pertama). Kira-kira 15% kasus mekonium dikeluarkan sebelum persalinan dan bercampur dengan air ketuban, hal ini menyebabkan cairan ketuban ebrwarna kehijauan. Mekonium jarang dikeluarkan sebelum 34 minggu kehamilan. Bila mekonium telah terlihat sebelum persalinan dan bayi pada posisi kepala, monitor bayi dengan seksama karena ini merupakan tanda bahaya.Apa yang menyebabkan janin mengeluarkan mekonium sebelum persalinan?
Tidak selalu jelas mengapa mekonium dikeluarkan sebelum persalinan. Kadang-kadang janin tidak memperoleh oksigen yang cukup (gawat janin). Kekurangan oksigen dapat meningkatkan gerakan usus dan membuat relaksasi otot anus sehingga janin mengeluarkan mekonium. Bayi-bayi dengan risiko lebih tinggi untuk gawat janin seringkali memiliki lebih sering pewarnaan air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan), misalnya bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK) atau bayi post matur.Apakah bahaya air ketuban bercampur mekonium?
Mekonium yang dikeluarkan dan bercampur air ketuban dapat masuk ke dalam paru-paru janin di dalam rahim atau sewaktu bayi mulai bernapas saat lahir. Tersedak mekonium dapat menyebabkan pneumonia dan mungkin kematian.Apa yang dapat dilakukan untuk membantu seorang bayi bila terdapat air ketuban bercampur mekonium?
Siap untuk melakukan resusitasi bayi apabila cairan ketuban bercampur mekonium. Langkah-langkah tindakan resusitasi pada bayi baru lahir jika air ketuban bercampur mekonium sama dengan pada bayi yang air ketubannya tidak bercampur mekonium hanya berbeda pada:
Jika menangis/ bernapas normal, klem dan potong tali pusat dengan cepat, tidak diikat dan tidak dibubuhi apapun, lanjutkan dengan langkah awal.
- Setelah seluruh badan bayi lahir: penilaian apakah bayi menangis/ bernapas/ bernapas normal/ megap-megap/ tidak bernapas?
Jika megap-megap atau tidak bernapas, buka mulut lebar, dan isap lendir di mulut, klem dan potong tali pusat dengan cepat, tidak diikat dan tidak dibubuhi apapun, dilanjutkan dengan langkah awal.
Keterangan: Pemotongan tali pusat dapat merangsang pernapasan bayi, apabila masih ada air ketuban dan mekonium di jalan napas, bayi bisa tersedak (aspirasi).
Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia
1. Penyebab Asfiksia
Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui
plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen ke janin berkurang,
akibatnya terjadi gawat janin. Hal ini dapat menyebabkan asfiksia bayi
baru lahir (BBL).Keadaan ibu
- Preeklampsia dan eklampsia
- Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
- Partus lama atau partus macet
- Demam selama persalinan
- Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
- Kehamilan post matur (sesudah 42 minggu kehamilan)
Keadaan tali pusat
- Lilitan tali pusat
- Tali pusat pendek
- Simpul tali pusat
- Prolapsus tali pusat
Keadaan bayi
- Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
- Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, forsep)
- Kelainan kongenital/ bawaan
- Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
2. Gawat Janin
Banyak kemungkinan kenapa bayi mungkin tidak bernapas saat lahir.
Seringkali hal ini terjadi ketika bayi sebelumnya mengalami gawat janin,
Akibat gawat janin bayi tidak menerima oksigen yang cukup.Apakah gawat janin?
Reaksi janin pada kondisi dimana terjadi ketidakcukupan oksigen.Bagaimana mengetahui gawat janin?
Gawat janin dapat diketahui dengan:- Frekuensi bunyi jantung janin kurang 100 atau lebih 180 x / menit
- Berkurangnya gerakan janin (janin normal bergerak lebih dari 10 x / hari) – ketika ibu sadar, bila ibu tidur gerak janin tidak diketahui
- Adanya air ketuban yang tercampur dengan mekonium atau berwarna kehijauan (pada bayi dengan presentasi kepala).
Bagaimana mencegah gawat janin?
- Gunakan partograf untuk memantau persalinan
- Anjurkan ibu untuk sering berganti posisi selama persalinan, ibu hamil yang berbaring terlentang dapat mengurangi aliran darah ke rahimnya.
Bagaimana mengidentifikasi gawat janin dalam persalinan?
- Periksa frekuensi bunyi jantung janin setiap 30 menit pada Kala I dan setiap 15 menit sesudah pembukaan lengkap
- Periksa ada-tidaknya air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) – pada letak kepala.
Bagaimana menangani gawat janin?
Jika terdapat gawat janin:Tingkatkan oksigen pada janin dengan cara berikut:
- Mintalah ibu merubah posisi tidurnya
(Anjurkan ibu hamil inpartu berbaring ke sisi kiri untuk meningkatkan aliran oksigen ke janinnya, Hal ini biasanya meningkatkan aliran darah maupun oksigen melalui plasenta lalu ke janin. Bila posisi miring ke kiri tidak membantu, coba posisi lain – miring ke kanan, posisi “sujud”. Meningkatkan oksigen ke janin dapat mencegah atau mengobati gawat janin. - Berikan cairan kepada ibu secara oral dan atau IV
- Berikan oksigen (bila tersedia)
- Periksa kembali denyut jantung janin setelah 10-15 menit tindakan di atas.
- Rujuk
58 Langkah Asuhan Persalinan Normal (APN)
Asuhan Persalinan Normal Sumber gambar: medindia.net |
58 langkah APN terdiri dari:
I. Mengenali Gejala dan Tanda Kala Dua [1]
II. Menyiapkan Pertolongan Persalinan [2] [3] [4] [5] [6]
III. Memastikan Pembukaan Lengkap dan Keadaan Janin Baik [7] [8] [9] [10]
IV. Menyiapkan Ibu dan Keluarga Untuk Membantu Proses Bimbingan Meneran [11] [13] [14]
V. Mempersiapkan Pertolongan Kelahiran Bayi [15] [16] [17] [18]
VI. Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi
Lahirnya kepala [19] [20] [21]
Lahirnya bahu [22]
Lahirnya badan dan tungkai [23] [24]
VII. Penanganan Bayi Baru Lahir [25] [26] [27] [28] [29] [30] [31] [32] [33]
VIII. Penatalaksanaan Aktif Kala Tiga [34] [35] [36]
Mengeluarkan plasenta [37] [38]
Rangsangan taktil (masase) uterus [39]
IX. Menilai Perdarahan [40] [41]
X. Melakukan Asuhan Pasca Persalinan [42] [43] [44] [45]
Evaluasi [46] [47] [48] [49] [50]
Kebersihan dan keamanan [51] [52] [53] [54] [] [56] [57]
Dokumentasi [58]
I. Mengenali Gejala dan Tanda Kala Dua
Langkah 1
Dengarkan, lihat dan periksa gejala dan tanda Kala Dua- Ibu merasakan dorongan kuat dan meneran
- Ibu merasakan regangan yang semakin meningkat pada rektum dan vagina
- Perineum tampak menonjol
- Vulva dan sfinger ani membuka.
II. Menyiapkan Pertolongan Persalinan
Langkah 2
Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk asfiksia: tempat tidur datar dan keras, 2 kain dan 1 handuk bersih dan kering, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi- Gelarlah kain di atas perut ibu, tempat resusitasi dan ganjal bahu bayi
- Siapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set.
Langkah 3
Kenakan atau pakai celemek plastik.Langkah 4
Lepaskan dan simpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering.Langkah 5
Pakai sarung tangan DTT untuk melakukan pemeriksaan dalam.Langkah 6
Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (Gunakan tangan yang memakai sarung tangan DTT dan steril. Pastikan tidak terkontaminasi pada alat suntik).III. Memastikan Pembukaan Lengkap dan Keadaan Janin Baik
Langkah 7
Bersihkan vulva dan perineum, seka dengan hati-hati dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi air DTT- Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang
- Buang kapas atau pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia
- Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan dan rendam dalam larutan klorin 0,5% – Langkah 9)
Langkah 8
Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap.- Bila selaput ketuban dalam belum pecah dan pembukaan sudah lengkap maka lakukan amniotomi.
Langkah 9
Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5% kemudian lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik dalam larutan 0,5% selama 10 menit. Cuci kedua tangah setelah sarung tangan dilepaskan.Langkah 10
Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi/ saat relaksasi uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120 – 160 x/ menit)- Ambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
- Dokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.
IV. Menyiapkan Ibu dan Keluarga Untuk Membantu Proses Bimbingan Meneran
Langkah 11
Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya- Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan
kondisi dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman penatalaksanaan fase
aktif) dan dokumentasikan sesuai temuan yang ada
- Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran secara benar.
Langkah 12
Pinta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran (Bila ada rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).Langkah 13
Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasakan ada dorongan kuat untuk meneran:- Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
- Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai
- Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama)
- Anjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi
- Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
- Berika cukup asupan cairan per-oral (minum)
- Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
- Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah 120 menit (2 jam) meneran (primigravida) atau 60 menit (1 jam) meneran (multigravida).
Langkah 14
Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.V. Mempersiapkan Pertolongan Kelahiran Bayi
Langkah 15
Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm.Langkah 16
Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian dibawah bokong ibuLangkah 17
Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahanLangkah 18
Pakai sarung tangan DTT pada kedua tanganVI. Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi
Lahirnya kepala
Langkah 19
Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan sambil bernapas cepat dan dangkal.Langkah 20
Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi- Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi
- Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat dan potong diantara klem tersebut.
Langkah 21
Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.Lahirnya bahu
Langkah 22
Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.Lahirnya badan dan tungkai
Langkah 23
Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas.Langkah 24
Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung, bokong dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).VII. Penanganan Bayi Baru Lahir
Langkah 25
Lakukan penilaian (selintas):- Apakah bayi menangis kuat dan/ atau bernapas tanpa kesulitan?
- Apakah bayi bergerak dengan aktif?
Jika bayi tidak bernapas atau megap-megap segera lakukan tindakan resusitasi (Langkah 25 ini berlanjut ke langkah-langkah prosedur resusitasi bayi baru lahir dengan asfiksi).
Langkah 26
Keringkan dan posisikan tubuh bayi di atas perut ibu- Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya (tanpa membersihkan verniks) kecuali bagian tangan
- Ganti handuk basah dengan handuk kering
- Pastikan bayi dalam kondisi mantap di atas perut ibu.
Langkah 27
Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tak ada bayi lain dalam uterus (hamil tunggal).Langkah 28
Beritahukan pada ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin (agar uterus berkontraksi baik).Langkah 29
Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit (intramuskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin).Langkah 30
Dengan menggunakan klem, jepit tali pusat (dua menit setelah bayi lahir pada sekitar 3 cm dari pusar (umbilikus) bayi. Dari sisi luar klem penjepit, dorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan lakukan penjepitan kedua pada 2 cm distal dari klem pertama.Langkah 31
Pemotongan dan pengikatan tali pusat- Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah dijepit kemudian
lakukan pengguntingan tali pusat (lindungi perut bayi) di antara 2 klem
tersebut
- Ikat tali pusat dengan benang DTT/ steril pada satu sisi kemudian
lingkarkan kembali benang ke sisi berlawanan dan lakukan ikatan kedua
menggunakan benang dengan simpul kunci
- Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan.
Langkah 32
Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakkan bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel dengan baik di dinding dada-perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.Langkah 33
Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi.VIII. Penatalaksanaan Aktif Kala Tiga
Langkah 34
Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 – 10 cm dari vulva.Langkah 35
Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.Langkah 36
Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang – atas (dorso-kranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur di atas.- Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu.
Mengeluarkan plasenta
Langkah 37
Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial)- Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta
- Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat:
- Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM
- Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh
- Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
- Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
- Segera rujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir
- Bila terjadi perdarahan, lakukan plasenta manual.
- Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM
Langkah 38
Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan.- Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.
Rangsangan taktil (masase) uterus
Langkah 39
Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar secara lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras)- Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik melakukan rangsangan taktil/ masase.
IX. Menilai Perdarahan
Langkah 40
Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkah plasenta ke dalam kantung plastik atau tempat khusus.Langkah 41
Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.X. Melakukan Asuhan Pasca Persalinan
Langkah 42
Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.Langkah 43
Beri cukup waktu untuk melakukan kontak kulit ibu – bayi (di dada ibu paling sedikit 1 jam)- Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini
dalam waktu 30-60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar
10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara
- Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil menyusu.
Langkah 44
Lakukan penimbangan/ pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis, dan vitamin K1 1mg intramuskular di paha kiri anterolateral setelah satu jam kontak kulit ibu – bayi.Langkah 45
Berikan suntikan imunisasi Hepatitis B (setelah satu jam pemberian Vitamin K1) di paha kanan anterolateral.- Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan
- Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu di dalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu.
Evaluasi
Langkah 46
Lanjutkan permantauan kontraksi dan mencegah perdarahan per vaginam- 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan
- Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan
- Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan
- Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri.
Langkah 47
Ajarkan ibu/ keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.Langkah 48
Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangann darah.Langkah 49
Periksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama 2 jam pertama persalinan- Periksa temperatur ibu sekali setiap jam selama 2 jam pertama pasca persalinan
- Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.
Langkah 50
Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi bernapas dengan baik (40-60 kali/ menit) serta suhu tubuh normal (36,5 – 37,5).Kebersihan dan keamanan
Langkah 51
Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi.Langkah 52
Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.Langkah 53
Bersihkan badan ibu menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.Langkah 54
Pastikan ibu merasa nyaman, Bantu ibu memerikan ASI. Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya.Langkah 55
Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.Langkah 56
Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan bagian dalam keluar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.Langkah 57
Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan dengan tissue atau handuk yang kering dan bersih.Dokumentasi
Langkah 58
Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan asuhan kala IV.Senin, 28 Mei 2012
MANAJEMEN KEBIDANAN MENURUT VARNEY
1. Pengertian
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam rangkaian tahapan logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien.Manajemen kebidanan menyangkut pemberian pelayanan yang utuh dan menyeluruh dari kepada kliennya, yang merupakan suatu proses manajemen kebidanan yang diselenggarakan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas melalui tahapan-tahapan dan langkah-langkah yang disusun secara sistematis untuk mendapatkan data, memberikan pelayanan yang benar sesuai dengan keputusan tindakan klinik yang dilakukan dengan tepat, efektif dan efisien.
2. Standar 7 langkah Varney, yaitu :
Langkah 1 : Pengkajian
Pada langkah ini bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien, untuk memperoleh data dapat dilakukan dengan cara:
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital
c. Pemeriksaan khusus
d. Pemeriksaan penunjang
Bila klien mengalami komplikasi yang perlu di konsultasikan kepada dokter dalam penatalaksanaan maka bidan perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter. Tahap ini merupakan langkah awal yang akan menentukan langkah berikutnya, sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang di hadapi akan menentukan proses interpretasi yang benar atau tidak dalam tahap selanjutnya, sehingga dalam pendekatan ini harus yang komprehensif meliputi data subjektif, objektif dan hasil pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan kondisi / masukan klien yang sebenarnya dan valid. Kaji ulang data yang sudah di kumpulkan apakah sudah tepat, lengkap dan akurat.
Langkah II: Merumuskan Diagnosa/Masalah Kebidanan
Pada langkah ini identifikasi terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan interpretasi yang akurat atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik. Rumusan diagnosa dan masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti diagnosa tetapi tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasioleh bidan sesuaidengan hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosa. Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan.
Langkah III: Mengantisipasi Diagnosa/Masalah Kebidanan
Pada langkah ini mengidentifikasi masalah potensial atau diagnose potensial berdasarkan diagnosa/masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosa potesial tidak terjadi
Langkah IV: Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan/dokter dan/untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses penatalaksanaan kebidanan. Jadi, penatalaksanaan bukan hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan terus-menerus.
Pada penjelasan diatas menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah/kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa/masalah potensial pada langkah sebelumnya, bidan juga harus merumuskan tindakan emergency/segera untuk segera ditangani baik ibu maupun bayinya. Dalam rumusan ini termasuk tindakan segera yang mampu dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau yang bersifat rujukan.
Langkah V: Merencana Asuhan Secara Menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan penatalaksanaan terhadap masalah atau diagnosa yang telah teridentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa-apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari masalah yang berkaitan tetapi juga dari krangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan konseling dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial ekonomi-kultural atau masalah psikologi.
Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien juga akan melaksanakan rencana tersebut. Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori yang up to date serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan dilakukan klien.
Langkah VI: Implementasi
Pada langkah ke enam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke lima dilaksanakan secara aman dan efisien. Perencanaan ini dibuat dan dilaksanakan seluruhnya oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walaupun bidan tidak melakukannya sendiri, bidan tetap bertanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya. Dalam kondisi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam penatalaksanaan asuhan bagi klien adalah tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananyarencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Pelaksanaan yang efisien akan menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan klien
Langkah VII: Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasidi dalam diagnosa dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar-benar efektif dalam pelaksanaannya.
Langkah-langkah proses penatalaksanaan umumnya merupakan pengkajian yang memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi tindakan serta berorientasi pada proses klinis, karena proses penatalaksanaan tersebut berlangsung di dalam situasi klinik dan dua langkah terakhir tergantung pada klien dan situasi klinik
Penerapan Manajemen Kebidanan Varney Dalam Asuhan Kebidanan Ibu Bersalin Resiko Tinggi Dengan Pre Eklamsi
Adapun penerapan manajemen kebidanan menurut Varney meliputi : pengkajian, intervensi data, masalah, potensial antisipasi, implementasi, intervensi, evaluasi.
Langkah I: Pengkajian
Pasien datang periksa darik kepala sampai ujung kaki termasuk sistem tubuh, penampilan umum dan status fisiologi. Pada pasien pre eklampsi (PE) ringan kita kaji terutama ke arah adanya tanda-tanda PR eklamsia antara lain
1. Data Subyektif
1) Biodata
Umur penting karena merupakan faktor predisposisi terjadinya (PE). Pada pre eklampsi berat dapat terjadi pada umur <20 tahun >35 tahun.
2) Keluhan pasien
Dijunjukkan pada data yang terutama mengarah pada tanda dan gejala yang berhubungan dengan pre eklampsia.
Pada keadaan ini klien mengeluh kepala pusing, kaki dan jari tangan bengkak.
3) Riwayat penyakit keluarga
Berkaitan dengan ini dikaji terutama mengenai penyakit hipertensi dan penyakit diabetes melitus (DM), dimana keduanya merupakan penyakit keturunan. Bila hal ini terjadi maka hipertensi yang timbul dapat dijadikan data yang bukan mengacu pada tanda pre eklampsi.
4) Riwayat Kesehatan Pasien
Ditujukan pada faktor-faktor penyakit yang diderita yang berkaitan dengan arah Predisposisi PE yaitu hipertensi.
5) Riwayat kebidanan
Dikaji terutama riwayat kehamilan yang lalu bagi multigravida apakah pada riwayat kehamilan yang lalu mengalami hal yang sama HPHT untuk menentukan umur kehamilan, karena PE terjadi pada umur kehamilan setelah 20 minggu.
6) Riwayat keluarga berencana
Terutama pada ibu dengan alkon hormonal, untuk mengetahui penggunaan alkon sebelum hamil karena hipertensi salah satu kontrak indikasi penggunaan alat kontrasepsi hormonal.
7) Riwayat perkawinan
Kemungkinan psikologis pasien sebagai penyebab terjadinya PE, meskipun merupakan penyebab yang belum jelas. Gangguan psikologis pada ibu dapat memacu timbulnya pre eklampsi dalam kehamilan.
8) Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
Perlu dikaji mengenai :
Pola nutrisi
Berkaitan dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang asih, atau mengkonsumsi makanan yang berlebihan sehingga terjadi kenaikan berat badan yang berlebihan, ini perlu dicurigai terjadinya pre eklampsi.
Pola aktifitas dan latihan
Dikaji karena dasar pengobatan pada PE adalah istirahat yang cukup, dengan ini tekanan darah dan oedema berangsur berkurang.
Pola persepsi kesehatan
Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan usaha yang akan dilakukan ibu untuk menolong dirinya sendiri apabila terjadi PE.
Pola persepsi kognitif
Untuk mengkaji kemampuan daya ingat terhadap peristiwa yang pernah dialami pada masa lalu yang berkaitan dengan kejadian PE, kaitannya dengan riwayat obstetri yang lalu dan riwayat kehamilan sekarang.
Pola pertahanan diri
Bagaimana ibu dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya yang dapat mempengaruhi mmentalnya atau memperberat penyakitnya.
9) Keadaan psikologis
Terutama pada psikologis pasien yang tidak stabil karena ini salah satu faktor penyebab terjadinya PE, didalamnya terdapat data bagaimana keluarga, suami maupun dirinya sendiri menerima kehamiannya.
10) Pengetahuan pasien
Yang dikaji adalah berkaitan dengan pengetahuan pasien tentang pre eklampsia yang meliputi pengertian, resiko dan upaya pengobatan.
2. Data Obyektif
Dari data obyektif terutama dikaji mengenai
1) Tekanan darah
Ditujukan untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan berat ringannya PE yaitu kenaikan sistolik 30 mm HG atau lebih diatas tekanan biasa, tekanan histolik naik 15 mm HG atau lebih atau menjadi 90 mm HG.
2) Berat badan
Pada pemeriksaan awal maupun ulang untuk mengevaluasi kenaikan BB yaitu bila kenaikan berat badan ½ kg per minggu dinyatakan normal, sedang berat badan dalam 1 minggu naik 1 kg sampai beberapa kali, ini perlu diwaspadai.
3) Muka/kaki dan jari tangan (Extremitas)
Pola PE akan terjadi oedema, pada PE ringan oedem biasanya belum terjadi, oedem terjadi karena penimbunan cairan umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh yang dijumpai pada muka, kaki maupun jari tangan.
4) Perkusi
Terjadinya spasme arteriol mempengatuhi pusat rangsang saraf diotak sehingga reflek patella tidak terjadi.
5) Auskultasi
Ditujukan untuk mengetahui keadaan janin didalam kandungan guna mendeteksi adanya gawat janin.
3. Data Penunjang
1) Laboratorium
Diarahkan untuk mengkaji protein urine, karena protein urine yang positif merupakan tanda dan gejala pre eklampsi.
2) Pemeriksaan dalam untuk menilai kemajuan persalinan.
3) UPD untuk mengetahui ada tidaknya kesempitan panggul.
Langkah II; Merumuskan Diagnosa/Masalah Kebidanan
a. Diagnosa Nomenklatur
Diagnosa ditetapkan berdasarkan data-data yang tekumpul dari pengkajian yaitu ;
G1 P0 A0,umur 21 th, hamil 39 minggu
Janin tunggal.hidup intra uterin
Presentasi kepala,sudah masuk PAP,puka
Dengan pre eklamsi ringan
Masalah kebidanan
Didasari dengan tanda-tanda yang terkumpul dari pengkajian maka masalah kebidanan yang dapat ditetapkan adalah
Peningkatan tekanan darah,dan gangguan psikologi yaitu cemas karena kondisi ibu.
Langkah III: Mengantisipasi Diagnosa/Masalah Potensial
Diagnosa potensial yang kemungkinan muncul pada ibu bersalin dengan pre eklamsi ringan adalah pre eklamsi berat
Untuk mencegah terjadinya Pre eklamsi berat dilakukan pemantauan tekanan darah
Langkah IV: Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera berdasarkan
Kondisi yang mungkin muncul adalah kegawatan pada janin yang perlu tindakan segara dengan oxygenasi dan melakukan kolaborasi dengan dokter untuk penanganan atau pemberian therapy dan oxygenasi.
Langkah V: Merencanakan Asuhan Secara Menyeluruh
Perencanaan asuhan berkaitan dengan diagnosa dan masalah yang ditetapkan dan disusun secara prioritas yaitu :
1) Memberitahu tentang hasil pemeriksaan keadaan ibu dan janin
2) Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy dan pemeriksaan laboratorium.
Langkah VI : Implementasi
Pelaksanaan berdasarkan rencana yang disusun adalah:
1) Memberikan informasi tentang keadaan pasien.
2) Mengadakan kolaborasi dengan dokter, bila diperlukan.
3) Memberikan pengetahuan dan memberi motivasi terhadap tidak lanjut penaganan persalinannya.
Masalah
Kecemasan pasien terhadap keadaan dirinya dan janinnya diberikan penyuluhan dan konseling tentang pre eklamsi dan cara mengatasinya
Kebutuhan Masalah
Untuk pemeriksaan laboratorium, persalinan dan lain-lain akan berkolaborasi.
LangkahVII:Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan untuk menilai pelaksanaan asuhan kebidanan mengacu pada diagnosa nomenklatur, masalah dan kebutuhan pasien telah dapat teratasi atau belum adalah:
1) Apakah pre eklamsi ringan berlanjut menjadi pre eklamsi berat?
2) Apakah terjadi kegawatan pada janin?
pakah kecemasan pasien teratasi?
Sabtu, 26 Mei 2012
Tahukah anda penyebab kanker payudara ?
Sel kanker merupakan sel yang mengalami pertumbuhan abnormal. Begitu juga dengan sel kanker payudara, sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab spesifik kanker payudara. Walaupun demikian, terdapat sejumlah faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kanker payudara, antara lain:
- perubahan sifat pertumbuhan sel payudara menjadi ganas
- tubuh gagal membangun sistem pertahanan tubuh
- faktor gizi yang buruk pada makanan yang dimakan
- penggunaan hormon estrogen (misalnya pada pengguna terapi estrogen replacement)
- payudara yang sering diremas / dipencet
- minum alkohol dan merokok
- obesitas pada wanita setelah menopause: diet berpengaruh terhadap keganasan sel kanker
- konsumsi lemak dan serat
- radiasi ionisasi selama atau sesudah pubertas; tergantung dosis dan umur saat terkena paparan radiasi
- faktor genetik dan riwayat keluarga (hubungan dengan gen tertentu)
Ada begitu banyak kemungkinan penyebab kanker payudara, dan mungkin saja perkembangan sel kanker tersebut dipicu oleh kombinasi beberapa faktor di atas. Yang bisa Anda lakukan adalah memperhatikan hal-hal yang disebutkan di atas dan selalu waspada. Lakukan pemeriksaan rutin terhadap payudara Anda untuk deteksi dini adanya kanker.
Kenali Keputihan
Keputihan, tentu istilah ini sudah tidak
asing lagi di kalangan wanita. Hampir seluruh wanita di Indonesia
pernah mengalami keputihan baik yang diakibatkan oleh respon fungsi
tubuh yang normal maupun akibat – akibat lain yang bukan respon dari
tubuh.
Keputihan yang dalam istilah medis
disebut fluor albus atau leucorrhoea merupakan cairan yang keluar dari
vagina. Keputihan dapat terjadi pada setiap wanita, tanpa memandang
usia. Tiga per empat wanita di dunia diperkirakan mengalami keputihan
setidaknya sekali seumur hidupnya. Wanita hamil pun kerap mengalami
keputihan selama masa kehamilannya.
Penyebab keputihan dapat bersifat normal (fisiologis) dan tidak normal (patologis).
Dalam
keadaan normal, cairan yang keluar cenderung jernih atau sedikit
kekuningan dan kental seperti lendir serta tidak disertai bau atau rasa
gatal. Biasanya terjadi pada masa subur, sebelum dan sesudah mensturasi,
saat hamil, saat mendapat rangsangan seksual, atau saat banyak
melakukan aktivitas fisik yang kesemuanya tidak menimbulkan keluhan
tambahan seperti bau, gatal, dan perubahan warna.
Wanita yang mengalami keputihan ini
tidak perlu melakukan pengobatan. Perawatan cukup dengan air rebusan
daun sirih atau sabun – sabun pembersih vagina yang banyak dijual di
pasaran. Akan tetapi, penggunaan sabun ini tidak boleh berlebihan karena
dapat mematikan flora doderleins yang berguna untuk menjaga tingkat
keasaman di dalam vagina.
Sedangkan keputihan Patologis, merupakan
keputihan yang tidak normal yang terjadi karena infeksi pada vagina,
adanya benda asing pada vagina atau karena keganasan. Infeksi bisa
sebagai akibat dari virus, bakteri, jamur, dan parasit bersel satu Trichomonas vaginalis.
Dapat pula disebabkan oleh iritasi karena berbagai sebab seperti
iritasi akibat bahan pembersih vagina, iritasi saat berhubungan seksual,
penggunaan tampon, dan alat kontrasepsi. Infeksi virus, bakteri, dan
parasit bersel satu umumnya didapatkan saat melakukan aktivitas seksual.
Jumat, 25 Mei 2012
contoh KTI "Asfiksia Sedang"
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir
yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
(Wiknjosastro, 2007, hal 709)
Asfiksia akan terjadi apabila saat lahir mengalami
gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita
kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2.
Pada keadaan ini biasanya bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur
segera setelah lahir. Sampai sekarang asfiksia masih merupakan salah satu
penyebab penting morbilitas dan mortalitas perinatal. Banyak kelainan pada masa
neonatus mempunyai kaitan dengan faktor asfiksia ini. (Sarwono, 2007, hal 709)
Kematian bayi akibat asfiksia salah satunya bisa
diakibatkan karena kurang terampilnya tenaga kesehatan dalam penanganan
asfiksia pada bayi baru lahir. Untuk mengurangi angka kematian tersebut
dibutuhkan pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal dan
pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga yang profesional yang terutama
memiliki keterampilan dan kemampuan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir.
Untuk mengantisipasi hal ini perlu dilakukan suatu manajemen asuhan kebidanan
agar mampu menangani asfiksia pada bayi baru lahir (BBL). Dengan harapan
penerapan tersebut dapat menekan angka kematian bayi akibat asfiksia. (Asuhan
Persalinan Normal, 2007, hal 89)
Asfiksia dibagi menjadi : 1) Asfiksia Berat (nilai APGAR 0 – 3) resusitasi aktif
dalam keadaan ini harus segera dilakukan. Langkah utama ialah memperbaiki
ventilasi paru–paru dengan memberikan O2 secara
tekanan langsung dan berulang–ulang. Bila setelah beberapa waktu pernapasan
spontan tidak timbul dan frekuensi jantung menurun maka pemberian obat-obatan
lain serta massase jantung sebaiknya segera dilakukan. 2) Asfiksia Sedang
(nilai APGAR 4 – 6) pernapasan aktif yang sederhana dapat dilakukan secara pernapasan kodok. (http://www.Firmanpharos’s blog
diakses tanggal 25 Mei 2011)
Menurut Laporan dari organisasi kesehatan dunia (WHO)
bahwa setiap tahunnya, kira-kira
3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir
mengalami asfiksia, hampir
1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di
Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada
masa BBL (usia dibawah 1 bulan). Setiap
6 menit terdapat satu BBL yang meninggal. Penyebab kematian BBL di Indonesia
adalah bayi berat lahir rendah (29%), asfiksia
(27%), trauma lahir, tetanus
neonatorum, infeksi lain dan kelainan
kongenital (JNPK-KR 2008 hal.143).
Pada tahun 2011,
jumlah angka kematian bayi baru lahir (neonatal) di negara-negara ASEAN di Indonesia
mencapai 31 per 1000 kelahiran hidup. Angka itu 5,2 kali lebih tinggi
dibandingkan malaysia. Juga, 1,2 kali lebih tinggi dibangdingkan Filipina dan
2,4 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan Thailand. Karena itu masalah ini
harus menjadi perhatian serius. (http://www.docs-finder.com/jumlah-angka-kematian-ibu-dan-bayi-di-dunia-tahun-2010-doc.html
diakses tanggal 25 Mei 2011).
Di Indonesia, program kesehatan bayi baru lahir tercakup
di dalam program kesehatan ibu. Dalam rencana strategi nasional Making Pregnancy
safer, target dari dampak kesehatan untuk bayi baru lahir adalah menurunkan angka kematian neonatal dari
25/1000 kelahiran hidup menjadi 15/1000 kelahiran hidup. (sarimd@litbang.depkes.go.id
diakses tanggal 25 Mei 2011).
Menurut data Depkes tahun 2010, penyebab langsung kematian bayi (28%) disebabkan BBLR, asfiksia (12%), tetanus (10%), masalah pemberian makanan (10%),
infeksi (6%), gangguan hematologik (5%) dan lain-lain (27%). (http://cetak.kompas.com di
akses tanggal 25 Mei 2010).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan
Propinsi Sulawasi Selatan tahun 2010, jumlah kematian bayi turun
menjadi 925 (0,64%) per 1000 kelahiran hidup. Neonatal
kematian umur 0-7 hari jumlah bayi yang asfiksia 383 bayi (16,35%) dari 144.487
bayi. (Data dari Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan januari-desember
tahun 2011).
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pencatatan dan
pelaporan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar pada tahun 2010, jumlah kelahiran yaitu 4244 orang dan dari jumlah tersebut terdapat 76 bayi, asfiksia yang hidup 62 bayi dan meninggal 14 bayi. (Buku
Pencatatan dan Pelaporan Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah tahun 2010).
Sehubungan dengan masih tingginya kejadian asfiksia yang
ditemukan serta besarnya resiko yang ditimbulkan maka penulis termotivasi untuk
membahas lebih lanjut melalui Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul Manajemen
Asuhan Kebidanan Pada
Bayi “M” Dengan Asfiksia Sedang Di Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar
tanggal 18 Mei s/d
20 Mei 2011.
B.
Ruang
Lingkup Penulisan
Ruang lingkup
penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah Manajemen Asuhan Kebidanan Pada
Bayi “M” Dengan Asfiksia Sedang di Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti
Fatimah Makassar yang dilaksanakan pada tanggal 18 Mei s/d 20 Mei 2011.
C.
Tujuan
Penulisan
1. Tujuan
umum
Dapat
melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi “M”
dengan Asfiksia Sedang di
Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah
Makassar tanggal 18 Mei s/d 20 Mei 2010.
2. Tujuan
khusus
a. Melaksanakan
pengkajian data pada bayi “M”
dengan Asfiksia Sedang di
Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah.
b. Mengidentifikasi
diagnosa/masalah aktual pada bayi
“M” dengan Asfiksia Sedang di Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar tanggal 18 Mei s/d 20 Mei 2010.
c. Mengantisipasi
diagnosa atau masalah potensial pada bayi “M” dengan Asfiksia Sedang di Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar tanggal18 Mei s/d 20 Mei 2010.
d. Melaksanakan
perlunya tindakan segera dan kolaborasi pada bayi “M” dengan Asfiksia Sedang di Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar tanggal 18 Mei s/d 20 Mei 2010.
e. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada bayi “M” dengan Asfiksia Sedang di Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar tanggal 18 Mei s/d 20 Mei 2010.
f. Melaksanakan
tindakan asuhan kebidanan pada “M”
dengan Asfiksia Sedang di
Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar tanggal18 Mei s/d 20 Mei 2010.
g. Mengevaluasi
asuhan tindakan yang telah dilaksanakan pada bayi “M” dengan Asfiksia Sedang di Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar tanggal18 Mei s/d 20 Mei 2010.
h. Dapat
mendokumentasikan semua tindakan asuhan kebidanan yang telah diberikan pada
bayi “M” dengan Asfiksia Sedang di Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar tanggal18 Mei s/d 20 Mei 2010.
D.
Manfaat
Penulisan
1. Instansi
Hasil
penulisan diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan kepada instansi
terkait dalam meningkatkan
kualitas pelayanan khususnya Departemen Kesehatan
2. Institusi
Sebagai
bahan ilmiah atau bahan bacaan untuk penulisan berikutnya
3. Penulis
Dapat memperluas wawasan keilmuan dan menjadi sarana
pengembangan diri penulis karya tulis ilmiah dan merupakan pengalaman berharga
bagi penulis.
E.
Metode
Penulisan
Penulisan
karya tulis ilmiah ini menggunakan metode :
1. Studi
Kepustakaan
Mempelajari buku atau literature,
mengambil data-data internet yang berkaitan dengan masalah Asfiksia Sedang sebagai dasar teoritis yang digunakan
pada pembahasan Karya Tulis ini.
2. Studi
Kasus
Dengan menggunakan pendekatan proses
manajemen yang meliputi pelaksanaan pengkajian dan analisa data, identifikasi
diagnosa/masalah aktual, antisipasi
diagnosa/masalah potensial, melaksanakan tindakan segera dan kolaborasi, menyusun rencana asuhan kebidanan, melaksanakan tindakan asuhan kebidanan, mengevaluasi hasil tindakan asuhan kebidanan
serta mendokumentasikannya.
Untuk menghimpun data/informasi dalam
pengkajian tersebut menggunakan teknik :
a. Anamnese
Penulis melakukan tanya jawab dengan orang tua dan keluarga
klien guna mendapatkan data yang diperlukan untuk memberikan asuhan kebidanan
pada klien tersebut.
b. Pemeriksaan
fisik
Melakukan pemeriksaan fisik secara sistematis
pada klien meliputi pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi juga ditunjang dengan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai dengan
kebutuhan dan indikasi.
3. Studi
Dokumentasi
Membaca dan mempelajari status kesehatan
yang berhubungan dengan keadaan klien yang bersumber dari catatan dokter/bidan
maupun dari sumber lain yang menunjang yaitu hasil pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan diagnostik yang dapat memberi kontribusi dalam menyelesaikan karya
tulis ilmiah ini.
4. Diskusi
Mengadakan tanya jawab dengan dokter atau bidan yang
menangani langsung klien, serta mengadakan diskusi dengan dosen pengasuh atau
pembimbing karya tulis ilmiah ini.
F.
Sistematika Penulisan
Adapun
sistematika penulisan yang digunakan untuk menulis karya tulis ilmiah ini
terdiri dari :
BAB
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
B. Ruang
Lingkup Penulisan
C. Tujuan
Penulisan
1. Tujuan
Umum
2. Tujuan
Khusus
D. Manfaat
Penulisan
E. Metode
Penulisan
F. Sistematika
Penulisan
BAB II. TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Tinjauan
Umum Tentang Bayi Baru Lahir
1.
Pengertian
bayi baru lahir
2.
Ciri-ciri
bayi baru lahir
3.
Penanganan bayi baru lahir
4.
Pencegahan kehilangan panas
a.
Mekanisme kehilangan panas
b.
Mencegah kehilangan panas
B.
Tinjauan
Khusus Tentang Asfiksia
1.
Pengertian
tentang asfiksia
2.
Etiologi
asfiksia bayi baru
lahir
3.
Patofisiologi
asfiksia bayi baru lahir
4.
Klasifikasi
klinis asfiksia bayi baru lahir
5.
Tanda
dan gejala asfiksia bayi baru lahir
6.
Diagnosis
asfiksia bayi baru lahir
7.
Penatalaksanaan asfiksia bayi baru lahir
8.
Masalah yang bisa timbul pada bayi dengan asfiksia
9.
Perawatan pasca resusitasi
C.
Proses
Manajemen Asuhan Kebidanan
1.
Pengertian
Manajemen Asuhan Kebidanan
2.
Tahapan
dalam Manajemen Asuhan Kebidanan
3.
Pendokumentasian
Asuhan Kebidanan (SOAP)
BAB III. STUDI KASUS
A.
Langkah I Identifikasi Data Dasar
B.
Langkah II Merumuskan Diagnosa / Masalah Aktual
C.
Langkah III Mengantisipasi Diagnosa / Masalah Potensial
D.
Langkah IV Tindakan Segera dan Kolaborasi
E.
Langkah V Rencana
Asuhan Kebidanan
F.
Langkah VI Pelaksanaan Asuhan Kebidanan
G.
Langkah VII
Evaluasi Asuhan Kebidanan
H.
Pendokumentasian Asuhan Kebidanan
BAB IV. PEMBAHASAN
Pada bab ini membahas tentang kesenjangan antara teori
dan kasus yang ada pada pelaksaan Manajemen Asuhan Kebidanan pada
klien dengan asfiksia sedang yang dibahas secara sistematis sesuai dengan manajemen
asuhan kebidanan.
BAB V. PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR SINGKATAN
DAFTAR ISTILAH
LAMPIRAN
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Tinjauan
Umum Tentang Bayi Baru Lahir
1.
Pengertian bayi baru lahir
Bayi
baru lahir adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan
berat badan lahir 2.500 gr sampai dengan 4.000 gr. (Sudarti, 2010. Hal 1)
2.
Ciri-ciri bayi baru lahir
a. Berat badan
2500-4000 gram
b. Panjang
badan 48-52 cm
c. Lingkar dada
30-38 cm
d. Lingkar
kepala 33-35 cm
e. Bunyi
jantung dalam menit-menit pertama kira-kira 180 x/menit, kemudian menurun
sampai 120-140 x/menit.
f. Pernafasan
pada menit-menit pertama cepat kira-kira 80 x/menit, kemudian menurun setelah
tenang kira-kira 40 x/menit.
g. Kulit
kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup terbentuk dan diliputi
verniks caeseosa.
h. Rambut
lanugo telah tidak terlihat, rambut kepala biasanya tampak sempurna.
i.
Kuku agak panjang dan lemas.
j. Genetalia :
Labia mayora sudah menutupi labia minora (pada perempuan), testis sudah turun
(pada anak laki-laki).
k. Refleks
hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik.
l. Refleks moro
sudah baik, bayi bila dikagetkan akan memperlihatkan gerakan seperti memeluk.
m. Graff
refleks sudah baik, apabila diletakkan suatu benda ke telapak tangan, bayi akan
menggenggam/ adanya gerakan refleks.
n. Eliminasi
baik, urin dan mekonium akan keluar dalam 24 jam, pertama, mekonium berwarna
kecoklatan.
(Sudarti, 2010. Hal 1)
3. Penanganan
Bayi Baru Lahir
a. Pertahankan
kebersihan jalan nafas
1) Pegang
kepala bayi lebih rendah dari badan dengan kepala dipindahkan ke sisi drainase
2) Bersihkan
wajah dan kepala, bersihkan cairan dari hidung dan mulut
3) Hisap
hidup dan mulut menggunakan spuit
seperti bola lampu yang lunak (de lee)
b. Jaga
bayi tetap hangat
1) Bersihkan
dan keringkan bayi
2) Tempatkan
bayi diatas perut ibu
3) Letakkan
topi stockinet pada kepala bayi
4) Gunakan
penghangat
5) Bungkus
bayi dengan selimut hangat
c. Perlihatkan
bayi pada orang tua dan yang lain, tempatkan pada perut ibu.
d. Klem
dan potong tali pusat
e. Catat
nilai Apgar pada 1 dan 5 menit pertama
f. Lakukan
dengan segera pemeriksaan menyeluruh pada bayi
(Varney, Helen. 2002. Hal 274)
Gambar
1. Manajemen Bayi Baru Lahir
Sumber
: JNPK-KR, 2088, hal 121
4. Pencegahan
Kehilangan Panas
a. Mekanisme
kehilangan panas
Bayi
baru lahir dapat kehilanagn panas tubuhnya melalui cara-cara berikut :
1) Evaporasi
adalah jalan utama bayi kehilangan panas. Kehilangan panas dapat terjadi karena
karena penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi
sendiri karena setelah lahir tubuh bayi tidak segera dikeringkan. Kehilangan
panas juga terjadi pada bayi yang terlalu cepat dimandikan dan tubuhnya tidak
segera di keringkan dan selimuti.
2) Konduksi
adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan
permukaan yang dingin. Meja, tempat tidur atau timbangan yang temperaturnya
lebih rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi melalui mekanisme
konduksi apabila bayi diletakkan di atas benda-benda tersebut.
3) Konveksi
adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi terpapar udara sekitar
yang lebih dingin. Bayi yang dilahirkan atau ditempatkan di dalam ruangan yang
dingin akan cepat mengalami kehilangan panas. Kehilangan panas juga terjadi
jika terjadi aliran udara dari kipas angin, hembusan udara melalui ventilasi
atau pendingin ruangan.
4) Radiasi
adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi di tempatkan di dekat
benda-benda yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari suhu tubuh bayi. Bayi
bisa kehilangan panas dengan cara ini karena benda-benda tersebut menyerap
radiasi panas tubuh bayi ( walaupun tidak bersentuhan secara langsung).
Gambar
2. Mekanisme kehilangan panas pada bayi baru lahir
Sumber : (Affandi, Biran, 2007, Asuhan Persalinan
Normal, hal 97)
b. Mencegah
kehilangan panas
1) Keringkan
tubuh bayi tanpa membersihkan verniks
Keringkan bayi mulai dari muka, kepala,
dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks.
Verniks akan membantu menghangatkan tubuh bayi. Ganti handuk basah dengan
handuk/kain yang kering. Biarkan bayi diatas perut ibu.
2) Letakkan
bayi agar terjadi kontak kulit ibu ke kulit bayi
Letakkan bayi tengkurap di dada ibu.
Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di dada/perut ibu. Uasahakan kepala
bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi sedikit lebih rendah dari
puting payudara ibu. Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada
ibu paling sedikit satu jam.
3) Selimuti
ibu dan bayi dan pakaikan topi di kepala bayi
Selimuti tubuh ibu dan bayi dengan kain
hangat dan pasang topi di kepala bayi. Bagian kepala bayi memiliki luas
permukaan yang relatif luas dan bayi akan dengan cepat kehilangan panas jika
bagian tersebut tidak tertutup.
4) Jangan
segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir
Lakukan penimbangan setelah satu jam
kontak kulit ibu ke kulit bayi dan bayi selesai menyusu. Karena BBL cepat dan
mudah kehilangan panas tubuhnya (terutama jika tidak berpakaian), sebelum
melakukan penimbangan, terlebih dahulu selimuti bayi dengan kain atau selimut
bersih dan kering. Berat badan bayi dapat dinilai dari selisih berat bayi pada
saat berpakaian/diselimuti dikurangi dengan berat pakaian/selimut. Bayi
sebaiknya dimandikan ≥ 6 jam setelah lahir. Memandikan bayi dalam beberapa jam
pertama setelah lahir dapat menyebabkan hipotermia yang sangat membahayakan
bayi baru lahir.
B.
Tinjauan
Khusus Tentang Asfiksia
1.
Pengertian tentang asfiksia
Asfiksia
neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan
dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus
dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan,
persalinan, atau segera setelah bayi lahir. (Sarwono, 2007, hal 709)
Asfiksia
berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila
proses ini berlangsung jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian.
(Saifuddin, 2002, hal 347).
Asfiksia
adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga
dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. Tujuan tindakan
perawatan terhadap bayi asfiksia adalah melancarkan kelangsungan pernafasan
bayi yang sebagian besar terjadi pada waktu persalinan. (Manuaba, I. B. G, 2010
cetakan ke II, hal 421)
Asfiksia
adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir.
Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia
sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu, tali
pusat atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan. (JNPK-KR, 2008,
hal 144)
Asfiksia
adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir. (Jitowiyono, Sugeng, 2010, hal 71)
2.
Etiologi asfiksia bayi baru lahir
Hipoksia
janin yang dapat menyebabkan asfiksia
neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport O2
dari ibu ke janin sehingga terjadi gangguan dalam persediaan O2 dan
dalam menghilangkan CO2. Gangguan Ini dapat berlangsung secara
menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan atau secara
mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan. (Wiknjosastro,
2006, hal.709).
Hipoksia
janin dapat merupakan akibat dari :
a. Oksigenasi
darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama anestesi, penyakit
jantung sianosis gagal pernafasan, atau keracunan karbonmonoksida;
b. Tekanan
darah ibu yang rendah akibat hipotensi, yang dapat merupakan komplikasi
anestesi spinal atau akibat kompresi vena cava dan aorta pada uterus gravid;
c. Relaksasi
uterus tidak cukup memberikan pengisian plasenta akibat adanya tetani uterus,
yang disebabkan oleh pemberian oksitosin berlebih-lebihan;
d. Pemisahan
plasenta prematur ;
e. Sirkulasi
darah melalui tali pusat terhalang akibat adanya kompresi atau pembentukan
simpul pada tali pusat;
f. Vasokonstriksi
pembuluh darah oleh kokain;
g. Insufisiensi
plasenta karena berbagai sebab, termasuk toksemia dan pasca maturitas.
(Nelson, 2000, hal 581)
Asfiksia
dapat terjadi selama kehamilan atau persalinan yaiatu :
a. Asfiksia
dalam kehamilan dapat disebabkan oleh :
1) Penyakit
akut atau kronis
2) Keracunan
obat bius
3) Uremia
4) Toksemia
gravidarum
5) Anemia
berat
6) Cacat
bawaan
7) Trauma
(Sarwono, 2006, hal 710)
b. Asfiksia
dalam persalinan dapat disebabkan oleh :
1) Gangguan
sirkulasi pada plasenta, misalnya pada :
a) Partus
lama
Merupakan persalinan yang berlangsung
lebih dari 24 jam pada primipara dan lebih dari 18 jam pada multipara, dimana
terjadi kontraksi rahim yang berlangsung lama sehingga dapat risiko pada janin
dimana terjadi gangguan pertukaran O2 dan CO2 yang dapat
menyebabkan asfiksia (Manuaba, 2000, hal 292).
b) Kehamilan
lewat waktu
Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan
yang berlangsung lebih dari 42 minggu dihitung berdasarkan rumus Naegele dengan
siklus haid rata-rata 28 hari. Permasalahan yang timbul pada janin adalah
asfiksia dimana terjadi insufiensi plasenta yang menyebabkan plasenta tidak
sanggup memberi nutrisi dan terjadi gangguan pertukaran O2 dan CO2
dari ibu ke janin (Manuaba, 2000, hal 222).
c) Lilitan
tali pusat
Gerakan janin dalam rahim yang aktif
pada tali pusat yang panjang pada leher sangat berbahaya, apalagi bila lilitan
terjadi beberapa kali dimana dengan makin masuknya kepala janin ke dasar
panggul maka makin erat pula lilitan pada leher janin yang mengakibatkan makin
terganggunya aliran darah ibu ke janin (Manuaba, 2000, hal 239).
3.
Patofisiologi asfiksia bayi baru lahir
Penyebab asfiksia dapat berasal dari
faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan
menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang
berperan pada kejadian asfiksia.
Bila janin kekurangan O2
dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus
sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2
terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini
rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya
ireguler dan menghilang.
Janin akan mengadakan pernafasan
intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan
mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin
lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan
akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler
berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika
berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus
menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas
(flascid). Pernafasan makin lama makin lemah
sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut
jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2)
terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan
menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika
resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera. (http://wordpress.com/2010/01/16/pengertian-dan-penanganan-asfiksia-pada-bayi-baru-lahir/ di akses
tanggal 25 Mei 2011)
Gambar 3. Peredaran darah janin sebelum dan sesudah lahir
|
|
Sumber
Gambar A dan B : (Wiknjosastro H, 2007, hal 81-82)
4.
Klasifikasi klinis asfiksia bayi baru lahir
Asfiksia
terbagi atas :
a. Asfiksia
berat (Nilai Apgar 0-3)
Memerlukan resusitasi segera secara
aktif dan pemberian O2 terkendali
b. Asfiksia
ringan-sedang (Nilai Apgar 4-6)
Memerlukan resusitasi atau pemberian O2
sampai bayi dapat bernafas normal kembali.
c. Bayi
normal atau sedikit asfiksia (Nilai Apgar 7-9)
d. Bayi
normal (Nilai Apgar 10)
(Wiknjosastro,
2007, hal 712)
5.
Tanda dan gejala asfiksia bayi baru lahir
Gejala asfiksia yang khas antara lain
meliputi bayi tidak bernafas atau pernafasan megap-megap yang dalam, bayi
terlihat lemas, sianosis, sukar bernafas/tarikan dinding dada ke dalam yang
kuat dan suara merintih (Saifuddin AB, 2002)
a. Sebelum
lahir
Asfiksia
biasanya merupakan akibat dari anoksia/hipoksia janin, yang menimbulkan tanda
gawat janin yaitu :
1) DJJ
irregular dan frekuensinya lebih dari 160 kali permenit atau kurang dari 100
kali permenit.
2) Mekonium
dalam air ketuban pada letak kepala.
3) Analisa
air ketuban/amnioskopi
b. Setelah
lahir
1) Bayi
tampak pucat dan kebiru-biruan serta tidak bernafas spontan
2) Kalau
mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neorologik seperti kejang dan
menangis kurang baik/tidak baik. (Mochtar R, 1998, hal.428)
6.
Diagnosis asfiksia bayi baru lahir
Asfiksia
pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia
janin.Diagnosis hipoksia atau anoksia dapat dibuat dalam persalinan dengan
ditemukan tanda-tanda gawat janin.Untuk dapat menegakkan diagnosis gawat janin
dapat ditetapkan dengan melakukan pemeriksaan sebagai berikut:
a. Pada
saat proses persalinan
1) Denyut
jantung janin yaitu antara 120-160 x / menit.
2) Denyut
jantung janin menurun dibawah 100 x / menit apalagi disertai dengan irama yang
tidak teratur.
3) Terdapat
mekonium dalam air ketuban pada letak kepala.
b. Melakukan
penilaian asfiksia pada bayi baru lahir
Salah satu cara lain yang lebih
sederhana untuk menilai asfiksia pada bayi baru lahir adalah sebagai berikut :
Tabel 1 : Penilaian
dengan Apgar
Skor
|
0
|
1
|
2
|
A :
Appearence color
(warna
kulit)
|
Pucat
|
Baadan
merah, ekstremitas biru
|
Seluruh
tubuh kemerah-merahan
|
P :
Pulse (heart rate)
(frekuensi
jantung)
|
Tidak
ada
|
Di
bawah 100
|
Di
atas 100
|
G :
Grimace (reaksi terhadap rangsangan)
|
Tidak
ada
|
Sedikit
gerakan mimik
|
Menangis,
batuk/bersin
|
A :
Activity (tonus otot)
|
Lumpuh
|
Ekstremitas
dalam fleksi sedikit
|
Gerakan
aktif
|
R :
Respiration (usaha napas)
|
Tidak
ada
|
Lemah,tidak
teratur
|
Baik,menangis
kuat.
|
Sumber : (Sarwono,2006,hal
249).
Nilai APGAR pada umumnya dilaksanakan pada 1 menit dan 5
menit sesudah bayi lahir. Tapi penilaian harus dimulai segera sesudah bayi
lahir. Apabila bayi memerlukan intervensi berdasarkan penilaian pernapasan,
denyut jantung atau warna kulit maka penilaian ini harus dilakukan segera.
Intervensi yang harus dilakukan jangan sampai terlambat karena menunggu hasil
penilaian APGAR 1 menit.
Nilai Apgar 4-6 menunjukkan depresi pernafasan sedang dan
membutuhkan resusitasi. Nilai Apgar kurang dari 3 menunjukkan depresi
pernafasan berat membutuhkan resusitasi segera. Nilai Apgar pada menit pertama
digunakan untuk menunjukkan bayi yang membutuhkan perhatian khusus, dan pada
menit kelima merupakan indeks dan efektifitas resusitasi.
7.
Penatalaksanaan asfiksia bayi baru lahir
Untuk
mendapatkan hasil yang sempurna dalam resusitasi, prinsip dasar yang perlu di
ingat ialah :
a. Mencegah
kehilangan panas dan mengeringkan tubuh bayi
b. Meletakkan
bayi dalam posisi yang benar
Bayi diletakkan terlentang diatas alas
yang benar, kemudian kepala lurus dan leher sedikit tengadah (ekstensi)
c. Membersihkan
jalan nafas
Kepala bayi yang dimiringkan agar cairan
berkumpul di mulut kemudian mulut di bersihkan terlebih dahulu dengan tujuan
agar cairan tidak teraspirasi dan isapan pada hidung akan menimbulkan
pernafasan megap-megap
d. Menilai
bayi
Penilaian bayi dilakukan berdasarkan 3
gejala yang sangat penting bagi kelanjutan hidup bayi :
1) Usaha
pernafasan
Apabila bayi bernapas spontan dan
memadai lanjutkan dengan menilai frekuensi jantung dan bila bayi sukar bernapas
dilakukan rangsangan taktil dengan menepuk atau menyentil telapak kaki bayi
atau menggosok punggung bayi sambil memberikan oksigen.
2) Frekuensi
denyut jantung
Setelah menilai usaha bernapas dan
melakukan tindakan yang diperlukan serta memperhatikan apakah bernapas spontan
atau tidak.Bila frekuensi denyut jantung >100 kali/menit dan bayi bernapas
spontan,dilanjutkan dengan menilai warna kulit.
3) Warna
kulit
Penilaian warna kulit dilakukan bayi
bernapas dengan spontan dan frekuensi denyut jantung bayi > 100 kali/menit.
Tindakan-tindakan
yang dilakukan pada bayi dibagi dalam dua golongan :
a. Tindakan
Umum
Tindakan ini
dikerjakan tanpa menilai-nilai Apgar, segera setelah bayi lahir diusahakan agar
bayi mendapatkan pernafasan yang baik, harus dicegah dan dikurangi kehilangan
panas dari tubuhnya. Penggunaan sinar lampu untuk pemanasan luar dan untuk
mengeringkan tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
Bayi diletakkan
dengan kepala lebih rendah dan penghisapan saluran pernafasan bagian atas
segera dilakukan. Hal ini harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindarkan
timbulnya kerusakan-kerusakan mukosa, jalan nafas, spasmus laring, atau kolaps
paru-paru. Bila bayi belum memperlihatkan usaha bernafas, rangsangan
terhadapnya harus segera dikerjakan. Hal ini dapat berupa rangsangan nyeri
dengan cara memukul kedua telapak kaki, menekan tendon Achilles, atau pada
bayi-bayi tertentu diberi suntikan Vit K.
(Wiknjosastro, 2007, hal 712)
b. Tindakan
Khusus
Tindakan ini
dikerjakan setelah tindakan umum diselenggarakan tanpa hasil. Prosedur yang
dilakukan disesuaikan dengan beratnya asfiksia yang timbul pada bayi, yang
dinyatakan oleh tinggi-rendahnya nilai Apgar.
1) Asfiksia
Berat (Nilai Apgar 0-3)
Tindakan pada bayi asfiksia berat :
a) Menerima
bayi dengan kain hangat
b) Letakkan
bayi pada meja resusitasi
c) Bersihkan
jalan nafas sambil memompa jalan nafas dengan balon (ambubag)
d) Berikan
oksigen 4-5 liter/menit
e) Bila
tidak berhasil biasanya dipasang ETT (Endo Trachel Tube)
f) Bersihkan
jalan nafas melalui lubang ETT
g) Bila
bayi bernafas tapi masih sianosis/biru biasanya diberi terapi Natrium
Bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc, Dekstrose 40% sebanyak 4cc.
h) Bila
asfiksia berkelanjutan bayi masuk NICU (Neonatus Intensive Care Unit) dan infus
terlebih dahulu. Apabila setelah 15-30 detik
bayi tidak bernafas spontan dan denyut jantung kurang dari 60x/menit
atau 60-80x/menit dan tidak bertambah dilakukan kompresi dada. Apabila denyut
jantung kurang dari 80x/menit mulai pemberian obat.
(Wiknjosastro, 2007, hal 712)
2) Asfiksia
Ringan-Sedang (Nilai Apgar 4-6)
Tindakian pada asfiksia ringan-sedang :
a) Bayi
dibungkus dengan kain lalu dibawa kemeja resusitasi
b) Bersihkan
jalan nafas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian disekitar mulut
c) Bila
berhasil teruskan dengan perawatan selanjutnya yaitu membersihkan badan bayi,
perawatan tali pusat dan yang lainnya
d) Observasi
suhu tubuh, untuk sementara waktu masukkan bayi kedalam inkubator.
(Wiknjosastro, 2007, hal 713)
Setelah
melakukan penilaian dan memutuskan bahwa bayi baru lahir perlu resusitasi,
tindakan harus segera dilakukan. Penundaan membahayakan bayi.
a. Tahap
I : Langkah awal
Langkah awal perlu dilakukan dalam 30
detik langkah tersebut adalah :
1) Jaga
bayi tetap hangat
a) Letakkan
bayi di atas kain yang ada di atas perut ibu
b) Bungkus
bayi dengan kain tersebut, potong tali pusat
c) Pindahkan
bayi ke atas kain ditempat resusitasi
2) Atur
posisi bayi
Gambar 4. Posisi Kepala dan Alur Jalan Nafas
Sumber
: JNPK-KR, 2008, hal 152.
a) Baringkanlah bayi terlentang dengan
kepala di dekat penolong
b) Ganjal bahu agar kepala sedikit
ekstensi
3) Isap Lendir
a) Gunakan alat penghisap lendir De Lee
dengan cara sebagai berikut :
(1) Isap lendir mulut dari mulut dulu
kemudian hidung
(2) Lakukan penghisapan saat alat
penghisap ditarik keluar, jangan lebih dari 5 cm ke dalam mulut dan lebih dari 3 cm ke dalam hidung.
Gambar 5. Tahapan menghisap lendir
(mulut dulu baru hidung)
Sumber : (Affandi,Biran,2007,Asuhan
Persalinan Normal,hal 115)
4) Keringkanlah dan Rangsang Bayi
a) Keringkanlah bayi mulai dari muka,
kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan. Rangsangan ini dapat
membantu BBL mulai bernafas sedikit tekanan. Rangsangan ini dapat membantu BBL
mulai bernafas
b) Lakukan rangsangan taktil dengan
beberapa cara :
(1) Menepuk atau menyentil telapak kaki
(2) Menggosok perut, dada, punggung atau
tungkai kaki dengan telapak tangan
(3) Atur kembali posisi kepala bayi dan
bungkus bayi
Gambar 6. Menggosok-gosok punggung
atau perut bayi
Sumber : (Affandi, Biran, 2007, Asuhan Persalinan Normal, hal 116).
5) Atur kembali
posisi kepala bayi dan selimuti bayi
a) Ganti kain yang telah basah dengan
kain yang ada di bawahnya
b) Bungkus bayi dengan kain tersebut,
jangan menutupi muka, dada agar biasa memantau pernafasan bayi
c) Atur kembali posisi kepala bayi
sehingga sedikit ekstensi
Gambar 7. Mengeringkan bayi sambil
memberikan rangsangan taktil
Sumber : (Affandi,Biran,2007,Asuhan
Persalinan Normal,hal 116).
6) Lakukan Penilaian Bayi
Lakukan penilaian apakah bayi bernafas
normal, atau tidak bernafas megap-megap :
a) Bila bayi bernafas normal, berikan
ibunya untuk disusui
b) Bila bayi tidak bernafas atau
megap-megap mulai lakukan ventilasi
b. Tahap II : Ventilasi
Ventilasi adalah tahapan tindakan
resusitasi untuk memasukkan sejumlah volume udara ke dalam paru dengan tekanan
positif untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan dan teratur.
Langkah-langkah :
1) Pasang dan pegang sungkup agar
menutupi dagu, mulut dan hidung.
Gambar 8. Balon dan sungkup
Sumber : (Affandi,Biran,2007,Asuhan
Persalinan Normal,hal 111).
2) Ventilasi 2 kali
a) Lakukan tiupan / pemompaan dengan
tekanan 30 cm air. Tiupan awal tabung- sungkup/pemompaan awal balon-sungkup
sangat penting untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai bernapas dan
menguji apakah jalan napas bayi terbuka.
b) Lihat apakah dada bayi mengembang.
Saat melakukan tiupan/pemompaan
perhatikan apakah dada bayi mengembang. Bila tidak mengembang :
1) Periksa posisi sungkup dan pastikan
tidak ada udara yang bocor.
2) Periksa posisi kepala, pastikan posisi
sudah benar.
3) Periksa cairan atau lendir di mulut.
Bila ada lendir atau cairan lakukan
pengisapan.
4) Lakukan tiupan 2 kali dengan tekanan
30 cm air (ulangan),bila dada mengembang
lakukan tahap berikutnya.
Gambar 9. Skema tindakan
pada bayi asfiksia
2
Sumber : ( Saifudin A.B,2002, hal 368 )
c. Cara kerja
1) Ventilasi Tekanan Positif
a) Bayi diletakkan dalam posisi ekstensi.
b) Agar VTP efektif,kecepatan memompa
(kecepatan ventilasi) dan tekanan ventilasi harus sesuai,kecepatan ventilasi
sebaik 40-60 kali/menit dan tekanan ventilasi yang dibutuhkan 30-40 cm air.
Setelah papas pertama, membutuhkan 15-20 cm air.
c) Observasi gerak dada bayi
Adanya gerakan bayi turun naik
merupakan bukti bahwa sungkup terpasang dengan baik dan paru-paru
mengembang.Bayi menarik napas dangkal apabila dada bergerak maksimum,bayi
seperti menarik napas panjang,menunjukkan paru-paruterlalu mengembang yang
berarti tekanan yang diberikan terlalu tinggi.
d) Observasi gerak tubuh bayi
Gerak perut tidak dapat dipakai
sebagai pedoman ventilasi yang efektif. Gerak perut mungkin disebabkan oleh
masuknya udara kedalam lambung.
e) Penilaian suara napas bilateral
Suara napas didengar dengan
menggunakan stetoskop, adanya suara napas di kedua paru-paru merupakan indikasi
bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.
f) Observasi pengembangan dada bayi
Apabila dada terlalu berkembang,
kurangi tekanan dengan mengurangi meremas balon. Apabila dada kurang berkembang
mungkin disebabkan oleh salah satu penyebab sebagai berikut pelekatan sungkup
kurang sempurna, arus udara terhambat dan tidak cukup tekanan. (Saifuddin
A.B,2002 hal 354)
2) Intubasi Endotrakeal
a) Peralatan
(1) Keteter isap De Lee
(2) Berbagai ukuran selang endotrakeal
yang dapat disesuaikan
(3) Laringskop tekanan positif
(4) Handuk
(5) Plester
b) Metode
(1) Tempatkan bayi pada posisi kepala
sedikit ekstensi dapat diletakkan handuk dibawah bahu bayi.
(2) Kenalkan laringskop di sudut kanan
mulut bayi.
(3) Masukkan laringskop sedalam 2-3 cm
sambil merotasikan ketengah dan menggeser lidah kekiri.
(4) Pada saat ujung bite dada diantara
dasar lidah dan epiglotis, naikkan sedikit keatas sampai glottis terlihat
(kadang-kadang sedikit tekanan pada laring eksternal oleh seorang asisten akan
memudahkan pemanjangan glottis).
(5) Masukkan selang endotrakeal pada sisi
kanan mulut sampai pita sura vokalis.Pastikan anda mudah melihat (selang harus
cukup kecil untuk memungkinkan udara tetap dapat masuk yakni ruang yang
mengelilinginya : ruang ini menjamin ekskresi dapat dilakukan dengan mudah dan
mengurangi resiko kerukan jaringan).
(6) Isap secret jika diperlukan
(7) Ketika selang endotrakeal dimasukkan
tahan di tempatnya dengan kencang namun lembut kemudian tarik laringskop ke
adapter kantong.
(8) Lakukan ventilasi dengan kantong
oksigen,asisten dengan menggunakan stetoskop harus memeriksa apakah ventilasi
kedua paruh telah adekuat (Saifuddin A.B, 2002 hal 359).
3) Kompesi dada
Gambar
10 : Kompresi dada menggunakan teknik ibu jari untuk bayi kecil (kiri) dan bayi besar
(kanan).
Sumber : Varney, Helen, 2008, hal 908.
a) Pelaksana menghadap ke dada bayi
dengan kedua tangan dalam posisi yang benar.
b) Kompresi dilakukan di 1/3 bagian di
bawah tulang dada di bawah garis khayal yang menghubungkan kedua puting susu
bayi.Hati-hati jangan menekan prosesus xipodeus.
c) Dengan posisi jari-jari tangan yang
benar gunanya tekanan yang cukup untuk menekan tulang pada 1/2-3/4 inci (±1-2
cm) kemudian tekanan dilepaskan untuk memungkinkan pengisian jantung atau
tekanan kebawah ditambah pembebasan tekanan.
d) Rasio kompresi dada dan ventilasi data
1 menit ialah 90 kompresi dada dan 30 ventilasi ( rasio 3:1 ).Ibu jari adalah
ujung-ujung jari harus tetap kontak dengan tempat kompresi dada sepanjang waktu
baik pada saat penekanan maupun pada saat melepaskan penekanan.(Saifuddin,2006
hal 346).
Gambar 11. Manajemen Asfiksia Bayi
Baru Lahir
Sumber : JNPK-KR, 2008, hal 155
8. Masalah
yang bisa timbul pada bayi dengan asfikisia
a. Gangguan
Pertukaran Gas
Gangguan pertukaran
gas, hal ini dapat disebabkan oleh karena penyempitan pada arteri pulmonal,
peningkaytan tekanan pembuluh darah diparu-paru dan penurunan aliran darah
diparu-paru. Untuk mengatasi gangguan tersebut dapat dilakukan intervensi
rencana asuhan kebidanan diantaranya : melakukan monitoring sistem jantung dan
paru-paru dengan melakukan resusitasi, memberikan oksigen yang adekuat.
b. Penurunan
Cardiac Output
Terjadi penurunan
cardiac output karena adanya udema paru dan penyempitan arteri pulmonal, untuk
mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan monitoring jantung paru, mengkaji
tanda-tanda vital, memonitor denyut nadi, memonitor intake dan output serta
melakukan kolaborasi dalam vaso lidator.
c. Gangguan
Perfusi Jaringan
Gangguan perfusi
jaringan karena adanya kemungkinan hipovolemia atau kematian janin, kondisi ini
dapat diatasi dengan mempertahankan output yang normal dengan cara
mempertahankan intake dan output, kolaborasi dalam pemberian diuretic sesuai
dengan indikasi, memonitor laboratorium urine lengkap dan pemeriksaan darah.
d. Resiko
Tinggi Terjadinya Infeksi
Resiko tinggi
terjadinya infeksi nosokomial yaitu respon imun yang terganggu, hal ini dapat diatasi
dengan mengurangi tindakan yang menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial
dengan cara mengkaji dan menyediakan intervensi asuhan kebidanan dengan
memperhatikan teknik aseptic.
(Hidayat, 2005)
9.
Perawatan pasca resusitasi.
Setelah
resusitasi, sebagian bayi akan bernafas spontan yang lainnya mungkin masih
membutuhkan bantuan nafas. Diharapkan semua telah kemerahan dengan frekuensi
jantung diatas 100x/menit. Bila diperlukan resusitasi lebih lanjut, bayi
dirawat diruang rawat lanjutan. Perawatan pasca resusitasi melupiti pengawasan
suhu, tanda vital dan antisipasi terjadinya komplikasi. Lanjutkan pemantauan
kebutuhan oksigen, frekuensi jantung dan tekanan darah. Lakukan pemeriksaan
laboratorium seperti hematokrit dan gula darah. Nilai pH darah dapat dipakai
untuk memperkirakan sejauh mana komplikasi mungkin terjadi. (Katwinkel, 2006,
hal 7)
a. Pengaturan
Suhu
Bayi dengan asfiksia
cepat sekali mengalami hipotermia bila berada dilingkungan yang dingin.
Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi yang relatif luas
dibandingkan dengan berat badan, kurangnya jaringan lemak dibawah kulit untuk
mencegah hipotermia bayi diletakkan dalam inkubator, suhu inkubator untuk berat
badan >2500 gram suhunya 33°C. Bayi dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar
37°C. Suhu inkubator dapat diturunkan 1°C setiap minggunya.
(IDAI, 2003, hal 111)
Tabel 2. Suhu incubator sesuai dengan
berat badan bayi
Berat badan Bayi
(gr)
|
Suhu Incubator (°C)
|
1000
1500
2000
2500
3000
4000
|
35
34
33,5
33,2
33
32,5
|
Sumber : Wiknjosastro, 2007, hal 254
b. Kebutuhan
Cairan
Volume cairan untuk hari-hari pertama
berdasarkan umur bayi yaitU :
1) Hari
1 : 60 ml/kg BB
2) Hari
2 : 80 ml/kg BB
3) Hari
3 : 100 ml/kg BB
4) Hari
4 : 120 ml/kg BB
5) Hari
5 : 140 ml/kg BB
6) Hari
6 : 150 ml/kg BB
7) Hari
7 : 160 ml/kg BB
Untuk
bayi berat lahir >2500 gram; 6x/hari (setiap 4 jam)
Rumus
untuk satu kali pemberian minuman :
= =…cc
(IDAI,
2003, hal 126)
C.
Proses
Manajemen Asuhan Kebidanan
1.
Pengertian Manajemen Asuhan Kebidanan
Manajemen
asuhan kebidanan atau yang sering disebut manajemen kebidanan adalah suatu
metode berpikir dan bertindak secara sistematis dan logis dalam memberi asuhan
kebidanan, agar menguntungkan kedua belah pihak baik klien maupun pemberian
asuhan. (Soepardan, Suryani. 2008. Hal 96)
2.
Langkah dalam Manajemen Asuhan Kebidanan
Manajemen
kebidanan terdiri dari beberapa langkah yang berurutan yang dimulai dengan
pengumpulan data dasar dan diakhiri dengan evaluasi. Langkah-langkah tersebut
membentuk kerangka yang lengkap yang bisa diaplikasikan dalam semua situasi.
Akan tetapi, setiap langkah tersebut bisa dipecah-pecah ke dalam tugas-tugas
tertentu dan semuanya bervariasi sesuai dengan kondisi klien.
Setiap
langkah dalam manajemen kebidanan akan dijabarkan, sebagai berikut :
a. Tahap
Pengumpulan Data Dasar (Langkah I)
Pada langkah pertama dikumpulkan semua
informasi (data) yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan
dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara :
1) Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan
biodata, riwayat menstruasi, riwayat kesehatan, riwayat kehamilan, persalinan
dan nifas, bio-psiko-soiso-spritual, serta pengetahuan klien.
2) Pemeriksaan
fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital, meliputi :
a) Pemeriksaan
khusus (Inspeksi, Palpasi, auskultasi dan perkusi)
b) Pemeriksaan
penunjang (laboratorium dan catatan terbaru serta catatan sebelumnya)
b. Interpretasi
Data Dasar (Langkah II)
Pada langkah ke dua dilakukan identifikasi
terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas
data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian
diinterpretasikan sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yang
spesifik. Baik rumusan diagnosis maupun masalah, keduanya harus ditangani.
Meskipun masalah tidak dapat diartikan sebagai diagnosis, tetapi tetap
membutuhkan penanganan.
Masalah yang sering berkaitan dengan
hal-hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan
hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosis.
c. Identifikasi
Diagnosa/ Masalah Potensial dan Antisipasi Penanganannya (Langkah III)
Pada langkah ketiga kita
mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosis potensial berdasarkan
diagnosis/masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan
antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan dapat
waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosisi/ masalah potensial ini menjadi
kenyataan. Langkah ini penting sekali dalam melakukan asuhan yang aman.
d. Menetapkan
Perlunya Konsultasi dan Kolaborasi segera dengan Tenaga Kesehatan Lain (Langkah
IV)
Langkah keempat mencerminkan
kesinambungan proses manajemen kebidanan. Jadi, manajemen tidak hanya
berlangsung selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja, tetapi
juga selama wanita tersebut dalam dampingan bidan.
Dalam kondisi tertentu, seorang bidan
mungkin juga perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim
kesehatan lain seperti pekerjaan sosial, ahli gizi, atau seorang ahli perawatan
klinis bayi baru lahir. Dalam hal ini, bidan harus mampu mengevaluasi kondisi
setiap klien untuk menentukan kepada siapa sebaiknya konsultasi dan kolaborasi
dilakukan.
e. Menyusun
Rencana Asuhan Menyeluruh (Langkah V)
Pada langkah kelima direncanakan asuhan
menyeluruh yang ditentukan berdasarkan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini
merupakan kelanjutan manajemen untuk masalah atau diagnosis yang telah
diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak
lengkap dapat dilengkapi.
f. Pelaksanaan
Langsung Asuhan dengan Efisiensi dan Aman (Langkah VI)
Pada langkah keenam, rencana asuhan
menyeluruh dilakukan dengan efesien dan aman. Pelaksanaan ini bisa dilakukan
seluruhnya oleh bidan tau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim
kesehatan lainnya. Walau bidan tidak melakukannya sendiri, namun ia tetap
memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya (misalnya dengan
memastikan bahwa langkah tersebut benar-benar terlaksana)
Dalam situasi ketika bidan berkolaborasi
dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, bidan tetap
bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana bersama yang menyeluruh
tersebut. Penatalaksanaan yang efisien dan berkualitas akan berpengaruh pada
waktu serta biaya.
g. Evaluasi
(Langkah VII)
Evaluasi dilakukan secara siklus dan
dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang tidak efektif untuk mengetahui faktor
mana yang menguntungkan atau menghambat keberhasilan asuhan yang diberikan.
Pada langkah terakhir, dilakukan
evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan. Ini meliputi evaluasi
pemenuhan kebutuhan akan bantuan : apakah benar-benar telah terpenuhi
sebagaimana diidentifikasi di dalam diagnosis dan masalah. Rencana tersebut
dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya.
3.
Pendokumentasian Asuhan Kebidanan (SOAP)
a. Data
Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil
pengumpulan data klien melalui anamnesis sebagai langkah I Varney yang
dipereoleh dari hasil tanya jawab pada jawaban klien dan keluarga.
b. Data
Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil
pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan uji diagsnostik lain yang
dirumuskan dalam data fokus untuk menduikung asuhan sebagaimana langkah I
Varney.
c. Assessment/Diagnosa
Merupakan keputusan yang ditegakkan dari
hasil perumusan masalah yang mencakup kondisi, masalah dan prediksi terhadap
kondisi tersebut. Penegakan diagnosa kebidanan dijadikan sebagai dasar tindakan
dalam upaya menanggulangi ancaman keselamatan pasien/Ibu.
d. Planning
Rencana kegiatan mencakup
langkah-langkah yang akan dilakukan oleh bidan dalam melakukan intervensi untuk
memecahkan masalah pasien/klien.
Tabel
3. Pendokumentasian Manajemen Asuhan Kebidanan
|
|
||||||||||
|
|||||||||||
|
|||||||||||
7 Langkah dari
Helen Varney
|
5 Langkah
Kompetensi Bidan
|
|
Soap Notes
|
1.
Pengumpulan data
|
Data
|
|
Subjektif
Objektif
|
2.
Merumuskan Diagnosa
3.
Antisipasi Diagnosa/Masalah Potensial
4.
Tindakan Segera dan Kolaborasi Asuhan Kebidanan
|
Assesment/
Diagnosa
|
|
Assesment/
Diagnosa
|
5.
Rencana Tindakan Asuhan Kebidanan
|
Membuat
Rencana
|
|
Planning
:
a.
Konsul
b.
Tes Lab
c.
Rujukan
d.
Pendidkan/Konseling
e.
Follow up
|
6.
Implementasi
|
Implementasi
|
|
|
7.
Evaluasi
|
Evaluasi
|
|
Sumber
: Simatupang E.J, 2006, hal 62
BAB III
STUDI KASUS
MANAJEMEN ASUHAN
KEBIDANAN PADA BAYI “M”DENGAN
ASFIKSIA SEDANG DI RUMAH SAKIT IBU
DAN ANAK SITI FATIMAH
MAKASSAR
TANGGAL 18 S/D 20 MEI 2010
No. Register : 05893
Tanggal lahir :
18 Mei 2011 Jam
00.30 Wita
Tanggal Pengkajian : 18 Mei 2011 Jam
11.00 Wita
A.
Langkah
I Pengkajian Data Dasar
1. Identitas
a. Identitas
Bayi
1) Nama : By “M”
2) Tanggal,
jam lahir :
18 Mei 2011, Jam 00.30 Wita
3) Anak
ke : I (Pertama)
4) Jenis
kelamin : Perempuan
5) Alamat :
Jl. Tamangapa Raya III No.1
b. Identitas
Ibu / Ayah
1) Nama
Ibu / Ayah : Ny “M” / Tn “R”
2) Umur : 27 Tahun / 27 Tahun
3) Nikah : 1 kali, lamanya ± 2
Tahun
4) Suku
: Makassar /
Makassar
5) Agama : Islam / Islam
6) Pendidikan : SMA /
SMA
7) Pekerjaan : IRT /
Buruh Harian
8) Alamat :
Jl. Tamangapa Raya III No.1
2. Riwayat
kehamilan dan kelahiran
a. Riwayat
kehamilan
1) G
I P 0
A 0
2) HPHT : Tanggal 16 - 08
- 2010
3) TP : Tanggal 23 - 05
- 2011
4) Usia
kehamilan : 39 Minggu 2 Hari
5) Ibu ANC 4 kali selama pemeriksaan kehamilan di RSIA Siti Fatimah Makassar
6) Ibu pernah mendapat imunisasi TT sebanyak 2 kali selama
kehamilan di RSIA Siti Fatimah Makassar yaitu TT1 pada bulan Januari
2011 dan TT2 pada bulan Februari 2011.
b. Riwayat
persalinan
1) Ibu
masuk kamar bersalin tanggal 17 Mei 2011 jam 19.15 Wita, dengan keluhan sakit perut tembus
ke belakang disertai dengan pelepasan lendir dan darah sejak jam 15. 45 Wita.
2) Perlangsungan kala I sepuluh jam
3) Perlangsugan
kala II satu jam
4) Bayi
lahir pervaginam, Tanggal 18 Mei
2011,
Jam 00.30 Wita dengan hasil
penilaian :
a) Pernafasan : lemah, tidak teratur dalam frekuensi 28 x/
menit
b) Denyut
jantung : Frekuensi 148 x/menit
c) Warna kulit :
Badan merah, ekstremitas biru
d) Apgar
Score : 5/7
Penilaian dengan nilai Apgar
tidak dipakai kapan kita menilai resusitasi tetapi nilai Apgar pada umumnya
dilaksanakan pada satu menit dan lima menit setelah bayi lahir.
Tabel 4. Penilaian
Apgar pada Bayi “M”
dengan Asfiksia Sedang di
RSIA Siti Fatimah Makassar
Tanda
|
0
|
1
|
2
|
Angka
|
|
A:Appearance color
(warna kulit)
|
Pucat
|
Badan
merah,ektremitas biru
|
Seluruh tubuh
kemerah-merahan
|
1
|
1
|
P:Pulse (heart rate)
(frekuensi jantung)
|
Tidak ada
|
Di bawah 100
|
Di atas 100
|
1
|
2
|
G:Gremace (reaksi
terhadap rangsangan)
|
Tidak ada
|
Sedikit gerakan
|
Menangis,
batuk/bersin
|
1
|
2
|
A:Activity (tonus
otot)
|
Lumpuh
|
Ektremitas dalam
fleksi sedikit
|
Gerakan aktif
|
1
|
1
|
R:Respiration (usaha
bernapas)
|
Tidak ada
|
Lemah,tidak teratur
|
Menangis kuat
|
1
|
1
|
Jumlah
|
|
|
|
5
|
7
|
Sumber : Sarwono,Ilmu Kebidanan,2006,hal 249.
3.
Pemeriksaan Fisik Bayi
a. Pemeriksaan
umum
1) BBL
/ PBL : 2500 gram / 45 cm
2) Jenis
kelamin : Perempuan
3) Lingkar kepala :
32 cm (Normal : ± 32-35 cm)
4) Lingkar
dada : 31 cm (Normal : ± 30-38 cm)
b. Pemeriksaan
IPPA
1) Kepala
a) Rambut : tipis, hitam, dan lurus
b)
Sutura :
tidak teraba jelas (terdapat caput succedaneum)
2) Mata
a) Kesimetrisan : simetris kiri dan kanan
b) Skrela : tidak ikterus
c) Konjungtiva : tampak merah muda
d) Kebersihan
mata : bersih
3) Hidung
a) Simetris
kiri dan kanan dan tidak ada secret
4) Mulut
dan bibir
a) Refleks
mengisap kurang baik
b) Bibir
kebiru-biruan
5) Kulit
a) kemerahan
6) Leher
a) Tonus
otot leher lemah
7) Dada
dan perut
a) Gerakan dada :
sesuai dengan pola napas
b) Tonjolan/tulang
dada : tidak ada
c) Keadaan
tali pusat : putih / berpilin
8) Genetalia/anus
a) Labia mayora menutupi labia minora
b) Lubang
anus (+)
9) Estremitas
a) Tangan
1) Pergerakan : lemas
2) Jari
tangan :
lengkap kiri dan kanan
3) Refleks
menggenggam : baik
b) Kaki
1) Pergerakan : lemas
2) Jari kaki :
lengkap kiri dan kanan
B. Langkah II Merumuskan Diagnosa / Masalah
Aktual
1. Bayi lahir cukup bulan sesuai masa kehamilan 39 Minggu
2 hari.
2. Bayi
lahir dengan asfiksia sedang
DS :
1. Ibu
mengatakan HPHT tanggal 16 – 08
– 2010
2.
tanggal
persalinan 18 – 05 – 2011, jam
00.30 Wita
DO :
1. Tafsiran
persalinan 23 – 05 – 2011
2. Gestasi
39 minggu 2 hari
3. BBL
: 2500 gram, PBL : 45 cm
4. Apgar
Score : 5/7
Analisa
dan Interpretasi data
Bayi
lahir cukup bulan dengan umur kehamilan 39
mingggu 2
hari, dihitung dari HPHT tanggal 16
Agustus 2010, sampai pada saat pengkajian
setelah bayi lahir tanggal 23 Mei
2011.
(Wiknjosastro.H, 2006, hal. 155)
Diagnosa
: Asfiksia Sedang
DS :
-
DO :
1. Bayi lahir tidak segera menangis
2. Tubuh kemerahan dan ekstremitas bawah biru/pucat
3. Bibir pucat
4. Banyak lendir pada hidung dan mulut
5. Apgar Score 5/7
Analisa dan interpretasi data
Bayi dengan asfiksia,yaitu bayi lahir dengan tidak
bernapas secara spontan dan teratur terjadi karena gangguan pertukaran gas
serta transport oksigen dari ibu ke janin sehingga terjadi gangguan dalam
persediaan oksigen. (Wiknjosastro, 2006, hal 709).
C. Langkah III Mengantisipasi
Diagnosa/Masalah Potensial
Potensial
terjadi asfiksia berat
DS : -
DO :
1. Bayi lahir tidak segera menangis
2. Frekuensi jantung 148x/menit
3. Pernafasan 28x/menit
4. Suhu badan 36,6°C
5. Nadi 120x/menit
6. Bibir pucat
7. Apgar Score 5/7
Analisa dan Interpretasi :
Adanya lendir yang banyak pada saluran nafas (mulut dan
hidung) dapat menghambat jalan nafas sehingga proses respirasi terganggu dan
menimbulkan asfiksia sedang dan tanpa pertolongan yang lebih lanjut akan
berpotensial asfiksia berat. (Asuhan Kesehatan Anak dalm lingkungan keluarga)
D.
Langkah
IV Tindakan Segera dan Kolaborasi
Kolaborasi
dengan dokter spesalis anak atas intruksi dokter untuk meletakkan bayi dibawah
pemancar panas,mengeringkan tubuh bayi,meletakkan bayi pada posisi kepala lebih
rendah dari badan,membersihkan jalan napas,melakukan rangsangan taktil, melakukan tindakan pemasangan oksigen 2
liter/menit.
E. Langkah V Rencana Asuhan Kebidanan
Diagnosa :
BCB, SMK, Partus lama, Asfiksia sedang
Diagnosa potensial :
Potensial terjadinya Asfiksia berat
1. Tujuan
: Asfiksia sedang teratasi
2. Kriteria :
a. Bayi dapat bernapas normal (30 - 60 x/menit)
b. Frekuensi jantung sudah teratur (120 - 160 x/menit)
c.
Warna kulit kemerahan
d.
Bayi menangis, dan bergerak aktif
e.
Refleks positif
Intervensi
Tanggal 18 Mei 2011, jam 00.30 Wita
1.
Observasi keadaan umum bayi dan tanda-tanda
vital khususnya
Rasional
: Dengan observasi tanda-tanda vital dapat mengidentifikasi kemungkinan
penyimpangan dari hasil yang diharapkan agar memudahkan dalam kenangan
selanjutnya
2.
Pertahankan suhu tubuh bayi agar tetap hangat
Rasional
: Perawatan bayi dengan tubuh terbungkus dapat terhindar dari konduksi dan
evaporasi
3.
Atur posisi bayi dengan kepala pada posisi
menghidu dengan menempatkan ganjal bahu sehingga kepala sedikit ekstensi
Rasional
: Agar cairan tidak teraspirasi dan pernapasan menjadi lancar
4.
Bersihkan
jalan nafasdari lendir dengan menggunakan de lee/balon karet
Rasional : Untuk kelancaran proses respirasi sehingga bayi dapat
bernafas teratur
5.
Keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala
dan bagian tubuh lainnya dan menyelimuti
bayi dengan selimut bersih dan kering
Rasional : Rangsangan ini dapat
membantu bayi baru lahir mulai bernafas dan mencegah kehilangan panas pada bayi
melalui evaporasi, konduksi, konveksi dan radiasi
6.
Lakukan
rangsangan taktil
Rasional : Dengan rangsangan taktil diharapkan segera
menangis
7.
Observasi
keadaan umum bayi dan tanda-tanda vital khususnya pernapasan
Rasional :Dengan observasi dapat mengidentifikasi kemungkinan
penyimpangan dari hasil yang diharapkan serta mengetahui tanda-tanda vital
khususnya pernapasan agar memudahkan dalam penanganan selanjutnya
8.
Pemberian
oksigen sesuai dengan kebutuhannya
Rasional : Oksigen diberikan kepada bayi untuk membantu
pernapasan dan pengembangan pada paru-paru
9.
Pemberian
kebutuhan cairan 60 cc/kg BB
Rasional : Untuk membantu pemenuhan nutrisi pada bayi
10.
Anjurkan
ibu untuk menyusui bayinya secara on demand dan mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang
Rasional : Pemenuhan asupan gizi pada ibu menyusui sangat
mempengaruhi produksi kualitas ASI
11.
Berikan
Vitammin K secara Intramuskular
Rasioanl : Mencegah terjadinya perdarahan pada otak
12.
Lakukan
perawatan tali pusat dengan teknik aseptik
Rasional : Perawatan tali pusat dilakukan dengan teknik
aseptik untuk menghindari terjadinya infeksi tali pusat
13.
Rawat
bayi didalam inkubator
Rasional : Untuk menghindari terjadinya hipotermi dan
mempertahankan suhu tubuh bayi.
F.
Langkah
VI Pelaksanaan Asuhan Kebidanan
Tanggal
18 Mei 2011, jam 00.30 Wita
1.
Mengobservasi keadaan umum bayi dan
tanda-tanda vital khususnya
2.
Mempertahankan duhu tubuh bayi agar tetap
hangat
3.
Mengatur posisi bayi dengan kepala pada
posisi menghidu dengan menempatkan ganjal bahu sehingga kepala sedikit ekstensi
4.
Membersihkan jalan nafasdari lendir dengan menggunakan de lee/balon
karet
5.
Mengeringkan
tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dan menyelimuti bayi dengan selimut bersih dan kering
6.
Melakukan rangsangan taktil
7.
Mengobservasi keadaan umum bayi dan tanda-tanda vital khususnya pernapasan
8.
Pelaksanaan pemberian oksigen sesuai dengan kebutuhannya
9.
Memberikan kebutuhan cairan 60 cc/kg BB
10.
Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya secara on demand dan mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang
11.
Memberikan Vitammin K secara Intramuskular
12.
Melakukan perawatan tali pusat dengan cara mengoleskan bethadine
pada ujung luka tali pusat kemudian bungkus dengan kasa steril
13.
Merawat bayi didalam inkubator
G.
Langkah
VII Evaluasi
Tanggal
18 Mei 2011, jam 00.35 Wita
1. Asfiksia
sedang dapat teratasi, ditandai dengantanda-tanda vital :
a. Bayi
menangis kuat
b. Pernapasan
bayi 32 x /menit
c. Frekuensi
jantung teratur 140 x /menit
d. Warna
kulit kemerahan
e. Suhu
tubuh 36,7°C
2. Masih
terpasang O2 dengan volume 2
liter/menit
3. Bayi
dirawat di dalam incubator dengan suhu 33,2°C
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA
BAYI “M” DENGAN ASFIKSIA SEDANG
DI RSIA SITI FATIMAH
MAKASSAR
TANGGAL 18 MEI 2011
No. Register : 05893
Tanggal lahir :
18 Mei 2011 Jam
00.30 Wita
Tanggal Pengkajian : 18 Mei 2011 Jam
11.00 Wita
Identitas
Pasien
1.
Identitas Bayi
a. Nama : By “M”
b. Tanggal,
jam lahir : 18 Mei 2011, Jam 00.30
Wita
c. Anak
ke : I (Pertama)
d. Jenis
kelamin : Perempuan
e. Alamat : Jl. Tamangapa Raya III No.1
2.
Identitas Ibu / Ayah
a. Nama
Ibu / Ayah : Ny “M” / Tn “R”
b. Umur : 27 Tahun / 27 Tahun
c. Nikah : 1 kali, lamanya
± 2 Tahun
d. Suku
: Makassar /
Makassar
e. Agama : Islam / Islam
f. Pendidikan : SMA /
SMA
g. Pekerjaan : IRT /
Buruh Harian
h. Alamat : Jl. Tamangapa Raya III No.1
Data Subjektif
1. HPHT
tanggal 16 - 08 – 2010
2. TP tanggal
23 - 05 – 2011
3. Usia
kehamilan 39 Minggu 2
Hari
4. Ibu ANC 4 kali selama pemeriksaan kehamilan di RSIA Siti Fatimah Makassar.
5. Ibu pernah mendapat imunisasi TT sebanyak 2 kali selama
kehamilan di RSIA Siti Fatimah Makassar yaitu TT1 pada bulan Januari
2011 dan TT2 pada bulan Februari 2011.
6. Ibu
masuk kamar bersalin jam 19.15
Wita, dengan keluhan sakit perut tembus ke belakang disertai dengan pelepasan
lendir dan darah sejak jam 15. 45
Wita.
Data Objektif
1.
Bayi lahir tanggal 18 Mei 2011, jam 00.30
Wita
2. Bayi lahir tidak segera bernapas spontan dan teratur,
dengan frekuensi 28 x/menit.
3.
BBL : 2500 gram, PBL : 45 cm.
4.
Seluruh tubuh merah ekstremitas bawah biru
5.
Frekuensi jantung 148 x/menit
6.
Apgar Score 5/7
7. Bayi dibungkus dengan kain kering dan bersih
8. Kebutuhan
cairan 60 cc/kg BB/hari.
9. Terpasang
oksigen dengan volume 2 liter/menit.
Assesment
1. Bayi lahir cukup bulan sesuai masa kehamilan 39 Minggu 2
Hari
2. Bayi
lahir dengan asfiksia sedang
3. Antisipasi
terjadinya asfiksia berat
Planning
Tanggal
18 Mei 2011, jam 00.30 Wita
1. Mengobservasi
keadaan umum bayi dan tanda-tanda vital khususnya
Hasil
: Seperti frekuensi jantung : 148 x/menit, suhu badan : 36,6 oC, Pernapasan : 28 x/menit dan kulit kemerahan
ekstremitas biru
2. Mempertahankan
duhu tubuh bayi agar tetap hangat
Hasil : Bayi terbungkus dengan kain
bersih dan kering
3. Mengatur
posisi bayi dengan kepala pada posisi menghidu dengan menempatkan ganjal bahu
sehingga kepala sedikit ekstensi
Hasil : kepala bayi dalam posisi sedikit
ekstensi
4. Membersihkan jalan nafas dari lendir dengan menggunakan de lee/balon
karet
Hasil : Lendir telah dikeluarkan dari
mulut dan hidung
5. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian
tubuh lainnya dan menyelimuti bayi
dengan selimut bersih dan kering
Hasil
: Badan bayi telah dikeringkan dan terbungkus oleh kain bersih dan kering
6. Melakukan rangsangan taktil
Hasil : Bayi mulai menagis
7. Mengobservasi keadaan umum bayi dan tanda-tanda vital
khususnya pernapasan
Hasil
: Pernafasan 32x/menit, frekunsi jantung 140x/menit , suhu 36,7°C dan kulit
agak kemerahan
8. Pelaksanaan
pemberian oksigen sesuai dengan
kebutuhannya
Hasil : Terpasang oksigen dengan volome
2 liter/menit
9. Memberikan kebutuhan cairan 60 cc/kg BB
Hasil : Bayi diberi susu formula
sebanyak 25 cc/4 jam
10. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya secara on demand
dan mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang
Hasil : Ibu bersedia melakukan anjuran
petugas kesehatan
11. Memberikan
Vitammin K secara Intramuskular
Hasil : Bayi telah di injeksi Vit K
secara Intramuskular
12. Melakukan perawatan tali pusat dengan
cara mengoleskan bethadine pada ujung luka tali pusat kemudian bungkus dengan
kasa steril
Hasil : Tali pusat terbungkus kasa
steril
13. Merawat bayi didalam inkubator
Hasil : bayi dirawat didalam incubator
dengan suhu 33,2°C
PENDOKUMENTASIAN
ASUHAN KEBIDANAN PADA
BAYI “M” DENGAN
ASFIKSIA SEDANG
DI RSIA SITI FATIMAH
MAKASSAR
TANGGAL 19 MEI 2011
Data Subjektif
1.
Dokter mengatakan keadaan bayi sudah mulai membaik
Data Objektif
1. Keadaan umum bayi sudah baik dan aktif.
2. Pernapasan bayi sudah normal, 42 x/menit.
3. Warna kulit kemerahan
4. Tali
pusat tidak terbungkus kasa steril.
5. Bayi
belum dimandikan
6. Pemberian
oksigen dihentikan
7. Kebutuhan
cairan 80 ml/kg/BB/hari,
8. BBL
: 2500 gr BBS :
2600 gr PB : 45 cm
Assesment
Bayi lahir dengan BB : 2500 gr,BBS: 2600, PB : 45 cm,
keadaan bayi baik sudah mulai membaik.
Planning
Tanggal 19 Mei
2011, jam 10.00 Wita
1. Mempertahankan suhu tubuh bayi dengan menjaga bayi tetap
terbungkus, agar suhu bayi dalam batas normal.
2. Mengobservasi tanda-tanda vital seperti :
frekuensi jantung : 146 x/menit, suhu badan : 36,7 oC, pernapasan :
42 x/menit.
3. Pemberian
kebutuhan cairan 80 cc/kg BB/hari
4. Merawat
tali pusat dengan teknik aseptik.
5. Mengganti
pakaian/popok bayi setiap kali basah.
6. Menganjurkan
ibu untuk memberi ASI secara on demand, setelah bayinya membaik.
7. Mengingatkan
kembali ibu agar mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang dan ibu bersedia
melaksanakan apa yang dianjurkan.
8. Menganjurkan
ibu agar merawat payudara dan teknik menyusui yang benar.
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA
BAYI “M” DENGAN ASFIKSIA SEDANG
DI RSIA SITI FATIMAH MAKASSAR
TANGGAL 20 MEI 2011
Data
Subjektif
1. Dokter
mengatakan keadaan bayi sudah membaik
2. Ibu
sudah mulai memberikan ASI pada bayinya
Data
Objektif
1. Bayi
sudah mulai menetek,refleks isap sudah baik.
2. Tanda-tanda
vital :
Frekuensi
jantung : 142 x/menit
Pernapasan : 36 x/menit
Warna kulit : Seluruh tubuh
kemerah-merahan
3. Tonus
otot leher baik
4. Gerakan dada sesuai dengan pola napas bayi
5. Tali
pusat tidak terbungkus gaas steril.
6. Pergerakan tangan dan refleks menggenggam baik
7. Bayi belum dimandikan
8. Kebutuhan cairan 100 ml/kg/BB/hari
Assesment
Bayi lahir dengan BB : 2500 gr,BBS : 2600 PB : 45 cm,
keadaan bayi baik dan bayi bisa pulang.
Planning
Tanggal 20 Mei 2011, jam 09.00 Wita
1. Memperhatikan suhu tubuh bayi dengan menjaga bayi tetap
terbungkus, agar suhu tubuh bayi dalam batas normal.
2. Mengobservasi tanda-tanda vital seperti
: frekuensi jantung : 142 x/menit, suhu badan : 36,7 oC, pernapasan
: 36x/menit
3. Mengajarkan pada ibu cara memandikan bayi dan cara
merawat tali pusat.
4. Menganjurkan ibu untuk tetap memberi ASI
5. Mengingatkan kembali ibu agar mengkonsumsi makanan dengan
gizi seimbang dan ibu bersedia melaksanakan apa yang dianjurkan.
6. Mengingatkan
kembali ibu agar merawat payudara dan teknik menyusui yang benar.
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan antara teori dan
hasil asuhan yang telah diberikan pada bayi “M” dengan asfiksia sedang di Rumah
Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar pada tanggal 18 Mei sampai dengan 20
Mei 2011 sesuai dengan tinjauan pustaka.
Pembahasan ini dibuat berdasarkan teori dan asuhan yang nyata dengan proses
pendekatan menajemen asuhan kebidanan yang dibagi dalam tujuh tahap yaitu :
pengkajian dan analisa data dasar, merumuskan diagnosa/masalah aktual,
mengantisipasi diagnosa/masalah potensial, tindakan segera dan kolaborasi,
perencanaan tindakan asuhan kebidanan, melaksanakan tindakan asuhan kebidanan,
evaluasi hasil asuhan kebidanan, serta mendokumentasikan asuhan kebidanan.
A.
Langkah
I Pengkajian dan analisa data dasar
Tahap pengkajian diawali dengan pengumpulan data melalui
anamnese yang meliputi identitas bayi dan ibu, data biologis/fisiologis riwayat
kehamilan, persalinan sekarang dan pemeriksaan fisik yang berpedoman pada
format pengkajian yang tersedia, namun tidak menutup kemungkinan untuk
menambahkan data-data lain yang ditemukan jika dibutuhkan.
Asfiksia dalam tinjauan pustaka adalah keadaan dimana
bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir.
Asfiksia terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport O2
dari ibu kejanin sehingga terjadi gangguan dalam persalinan O2 dan
dalam menghilangkan CO2. Data yang diperoleh dari kasus bayi “M”
yaitu asfiksia sedang dengan melihat data yang diperoleh maka tidak terdapat
perbedaan tinjauan pustaka dengan kasus nyata pada bayi “M” dengan asfiksia
sedang.
Pada tahap pengkajian ini, penulis tidak menemukan
hambatan yang berarti karena adanya sikap kooperatif dari keluarga bayi “M”
yang dapat menerima kehadiran penulis saat mengumpulkan data sampai tindakan
yang diberikan serta mau menerima anjuran serta saran yang diberikan oleh
bidan.
B.
Langkah
II Merumuskan Diagnosa/Masalah Aktual
Asfiksia dalam tinjauan pustaka adalah keadaan dimana
bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur setelah bayi lahir.
Penilaian asfiksia terdapat 3 yaitu warna kulit biru atau sianosis,frekuensi
jantung <100 kali permenit dan
tidak segera menangis.Sedangkan pada studi kasus bayi “M” ditemukan bayi tidak
segera menangis,warna kulit merah dan ekstremitas biru sehingga ditegakkan diagnosa
asfiksia sedang.
Demikian penerapan tinjauan pustaka dan tinjauan studi
kasus pada bayi “M” dimana tidak terdapat adanya kesenjangan antara tinjauan
pustaka dan studi kasus.
C.
Langkah
III Mengantisipasi Diagnosa/Masalah Potensial
Pada tinjauan pustaka diidentifikasikan adanya masalah
potensial yang mungkin terjadi pada bayi “M” berdasarkan pengumpulan data,
pengamatan yang cermat dan observasi serta evaluasi didapatkan bahwa jika
asfiksia sedang jika tidak ditangani segera maka dapat mengakibatkan terjadinya
asfiksia berat.
Sedangkan pada studi kasus didapatkan data yang mendukung
yaitu pada partus lama, pernapasan lambat dan warna kuli badan merah,
ekstremitas bawah biru, sehingga penulis mengidentifikasi diagnosa/masalah
potensial terjadi asfiksia berat yang menunjukkan tidak adanya kesenjangan
antara tinjauan pustaka dan studi kasus.
D.
Langkah
IV Tindakan Segera dan Kolaborasi
Pada tinjauan pustaka
dijelaskan tindakan yang dapat segera dilakukan untuk mengatasi asfiksia adalah
meletakkan bayi dibawah pemancar panas sambil mengeringkan tubuh bayi, mengatur
posisi bayi, membersihkan jalan napas, rangsangan taktil dan dilakukan
pemasangan oksigen 2 liter/menit.
E.
Langkah
V Rencana Asuhan Kebidanan
Pada tinjauan pustaka dijelaskan bahwa suatu rencana
tindakan yang termasuk indikasi dan yang dapat ditimbulkan berdasarkan kondisi
klien, serta hubungannya dengan masalah yang dialami klien, meliputi antisipasi
dengan bimbingan terhadap keluarga klien dan rencana tindakan harus disetujui
oleh keluarga klien, semua tindakan harus berdasarka rasional yang relevan dan
diakui kebenarannya serta situasi dan kondisi harus secara otomatis.
Pada bayi “M” dengan asfiksia sedang penulis merencanakan
asuhan kebidanan berdasarkan diagnosa/masalah aktual dan potensial sebagai berikut,
rencana tindakannya terdiri dari keringkan tubuh bayi, ganti kain yang basah
dengan kain yang kering dan bersih kemudian membungkus tubuh bayi, atur posisi
bayi dengan kepala sedikit ekstensi dan bersihkan mulut hingga hidung, nilai
usaha bernapas, warna kulit, dan frekuensi jantung.
Dalam tinjauan pustaka dikatakan bahwa asfiksia sedang
tindakan yang harus segera diberikan adalah mengeringkan tubuh bayi dan
membungkusnya, mengatur posisi bayi kemudian membersihkan mulut hingga hidung.
Hal ini menunjukkan bahwa ada kesamaan antara tinjauan pustaka dan tinjauan
manajemen asuhan kebidanan pada penerapan studi kasus dilahan praktek.
F.
Langkah
VI Pelaksanaan Tindakan Asuhan Kebidanan
Sesuai tinjauan manajemen kebidanan bahwa melaksanakan
rencana tindakan harus efisiensi dan menjamin rasa aman bagi klien.
Implementasi dapat dikerjakan secara keseluruhan oleh bidan serta bekerjasama
dengan tim kesehatan lainnya sesuai dengan tindakan yang telah direncanakan.
Pada studi kasus bayi “M” dengna asfiksia sedang semua tindakan yang telah
direncanakan sudah dilaksanakan seluruhnya dengan baik, tanpa hambatan karena
kerjasama dan penerimaan yang baik dari keluarga klien dan petugas kesehatan
yang ada diruang bayi.
G.
Langkah
VII Evaluasi Asuhan Kebidanan
Pada tinjauan manajemen asuhan kebidanan evaluasi
merupakan langkah akhir dari proses manajemen asuhan kebidanan. Mengevaluasi
pencapaian dengan criteria yang diidentifikasikan, memutuskan apakah tujuan
telah tercapai atau belum tercapai.
Pada tinjauan pustaka evaluasi yang telah ditunjukkan
adalah menilai usaha bernapas, frekuensi denyut jantung dan warna kulit.
Berdasarkan studi kasus bayi “M” dengan asfiksia sedang, telah dilakukan asuhan
yang tepat maka tidak ditemukan hal-hal yang menyimpang. Dari hasil yang diperoleh
dapat disimpulkan bahwa semua asuhan kebidanan yang diterapkan telah tercapai,
sehingga asfiksia sedang dapat teratasi.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
Pada bab ini akan mengemukakan
beberapa kesimpulan dan saran untuk memberikan gambaran dan informasi tentang
asfiksia.
A.
Kesimpulan
1. Asfiksia
adalah suatu keadaan bayi yang tidak dapat bernapas spontan dan teratur setelah
lahir. Terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport oksigen dari ibu
ke janin sehingga terjadi gangguan dalam persediaan oksigen dan peningkatan
karbondioksida.
2. Dalam
mendiagnosa terjadinya Asfiksia neonatorum dapat diamati pada proses persalinan
dan pada saat penilaian bayi baru lahir ada 3 yaitu berdasarkan warna kulit, frekuensi
jantung dan pernapasan. Tindakan yang dilakukan pada bayi asfiksia adalah
dengan resusitasi.
3. Kasus
asfiksia harus ditangani dengan cepat dan tepat karena memberi dampak yang
sangat buruk terhadap kelangsungan hidup bayi, yang dapat dilakukan dengan cara
heart massage atau menekan dan melepas dada bayi dan resusitasi terhadap
asfiksia berat serta pemberian O2 secara hati-hati.
4. Manajemen
kebidanan adalah suatu metode pendekatan pemecahan masalah yang digunakan oleh
bidan, dalam proses pemecahan masalah dalam pemberian pelayanan asuhan
kebidanan. Dengan tahapan sebagai berikut : pengumpulan dan analisa data,
merumuskan diagnosa/masalah aktual, antisipasi masalah/potensial, menilai
perlunya tindakan segera dan kolaborasi, merencanakan tindakan asuhan
kebidanan, melaksanakan tindakan asuhan kebidanan, evaluasi asuhan kebidanan.
B.
saran
1. Bidan
sebagai media di lini terdepan diharapkan peka terhadap pertolongan persalinan
sehingga dapat mencapai well born baby dan
well health mother. Oleh karena itu
bekal utama sebagian bidan adalah melakukan pengawasan hamil, sehingga
kehamilan dengan risiko tinggi segera melakukan rujukan medis, melakukan
pertolongan hamil risiko rendah dengan memanfaatkan partograf, dan melakukan
perawatan ibu dan bayi baru lahir.
2. Dalam
penanganan kasus asfiksia perlunya bidan dapat mengenal tanda-tanda atau gejala asfiksia sedini
mungkin dengan observasi yang lebih jelas pada tanda-tanda vital agar dapat
mengantisipasi kemungkinan yang terjadi pada ibu dan janin sebelum ibu
melahirkan.
3. Bidan
dituntut untuk melakukan penanganan terhadap gawat janin dengan penilaian
berdasarkan kriteria nilai Apgar, agar bidan dapat melakukan tindakan yang
tepat diantaranya melakukan rujukan medis sehingga keselamatan bayi dapat
ditingkatkan.
4. Bidan
harus memberikan asuhan sesuai dengan kewenangannya untuk itu manajemen asuhan
kebidanan perlu dikembangkan karena merupakan alat yang mendasar bagi bidan
untuk memecahkan masalah klien dalam berbagi kasus.
Langganan:
Postingan (Atom)